This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Pages

Jumat, 26 Oktober 2012

cerita seks

Dari Milist, mudah-mudahan tidak repost

Kenalkan, nama saya Boy, teman-teman biasa memanggilku Mas Boy. Saya seorang pemuda berusia 25 tahun dengan tinggi badan

170 cm dan berat 55 kg. Meski usia saya kini sudah seperempat abad, namun pengetahuan saya dalam dunia percintaan masih

sangat minim dan belum punya banyak pengalaman yang layak dibanggakan sebagaimana layaknya anak muda jaman sekarang.

Sekarang saya sedang bekerja pada sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa. Sebut saja nama perusahaan itu

adalah Sepinggan tours and travel service. Jarak kantor itu sekitar 5 km dari tempat tinggal saya.

Kini saya tinggal dengan Om saya, saya biasa memanggilnya om Rudy, ia adalah adik kandung dari Ibu saya). Om Rudy sehari-

hari bekerja sebagai Kepala sekolah di sebuah SMK Negeri yang cukup terkenal di kota kami, sementara tante saya, sebut

saja namanya tante Rini bekerja sebagai perawat di sebuah RS swasta. Kedua anaknya (sepupu saya) tinggal kost di kota lain

karna mereka tidak mau kuliah di kota kami (entah karena alasan apa). Sejak kedua anaknya kuliah dan tinggal di kota lain,

om dan tante saya hanya tinggal bertiga dengan seorang pembantu.

Sekitar dua bulan kemudian Om Rudy mengajak saya agar saya tinggal bersama mereka, dengan alasan daripada saya harus kost

di luar, lebih baik saya tinggal di rumah om saya saja karena di rumahnya ada kamar yang kosong, kata om Rudy memberi

alasan. Sejak saat itu jumlah penghuni rumah bertambah satu orang. Sebulan kemudian, tante Rini membawa keponakannya ke

rumah, jadi sekarang ada lima orang yang tinggal di rumah itu. Sejak kedatangan keponakan tante Rini, suasana jadi kembali

ramai, tidak seperti dulu lagi ketika belum ada keponakan. Nama keponakan tante Rini adalah Endang, usianya 15 tahun, ia

sudah duduk di kelas dua SMKK Negeri. Endang adalah seorang gadis yang cantik, cerdas, rajin dan baik hati pada semua

orang.

Suatu ketika, om Rudy dan tante Rini pergi menghadiri acara perpisahan siswa kelas II di sekolah tempat om saya bekerja.

Ia sempat mengajak saya, namun saya menolak dengan alasan saya agak lelah, lalu tante Rini mengajak Endang, namun Endang

juga menolak dengan alasan Endang lagi ada tugas dari sekolah yang harus diselesaikan malam itu juga karena besok tugas

itu sudah harus dikumpulkan. Sebelum om dan tante meninggalkan rumah, mereka tidak lupa berpesan agar kami berdua

berhati-hati, karena sekarang banyak maling yang pura-pura datang sebagai tamu, namun ternyata sang tamu tiba-tiba

merampok setelah melihat situasi yang memungkinkan. Setelah selesai berpesan, om dan tante pun pergi sambil menyuruh saya

menutup pintu.

Sejak kepergian om dan tante saya, rumah jadi hening, kini hanya ada suara TV, namun sengaja saya kecilkan volumenya

karena Endang sedang belajar. Saya hanya duduk di ruang depan menonton sebuah sinetron yang ditayangkan salah satu stasiun

TV swasta. Saya sempat menyaksikan adegan panas seorang lelaki paruh baya yang sedang asyik berselingkuh dengan seorang

gadis yang ternyata teman sekantornya sendiri. Karena terlalu asyiknya saya nonton TV, sehingga saya sangat kaget ketika

sebuah tangan menepuk pundak saya. Setelah saya lihat ternyata Endang, ia tersenyum manis sambil menarik lenganku dengan

manja menuju kamarnya. Saya jadi deg-degan setelah melihat penampilannya, ternyata ia hanya mengenakan celana pendek ketat

warna coklat muda dengan kaos orangenya yang super ketat, sehingga lekuk-lekuk tubuhnya tampak begitu jelas.

Sejenak saya terpana melihat tubuhnya yang nyaris sempurna. Saya amati pinggangnya bagai gitar spanyol dengan paha yang

kencang, mulus, dan bersih. Selain itu juga tampak buah dadanya sangat menantang. Sepertinya ukuran BH-nya 34B.

Pemandangan itu sempat mengundang pikiran jahat saya. Bagaimana rasanya kalo saya menikmati tubuhnya yang nyaris sempurna

itu. Namun saya berusaha menyingkirkan pikiran itu karena saya pikir bahwa dia adalah sepupu ipar saya, tinggal serumah

dengan saya dan saya pun menganggapnya sudah seperti adik kandung saya sendiri.

"Ada apa sih? Kok kamu mengajak saya masuk ke kamar kamu?" kataku agak bingung sambil berusaha melepaskan tangan saya.
Sebenarnya bukan karena saya menolak tetapi hanya karena grogi saja. Maklum saya belum pernah masuk ke kamar Endang

sebelumnya.
"Kak, Endang mau minta tolong nih!" katanya sambil menatapku manja.
"Kakak mau ngga membantu saya menyelesaikan tugas ini, soalnya besok udah harus dikumpul." kata dia setengah merengek.
"Oh, maksudnya kamu mau minta tolong agar saya membantu kamu mengerjakan tugas itu? Okelah. Saya akan membantumu dengan

senang hati, saya kan sudah berjanji untuk selalu menolongmu." kataku mantap.
"Asyik, makasih ya kak." kata Endang sambil menciumku.
Kontan saya merasa tersengat aliran listrik karena meskipun umur sudah 25 tahun, saya belum pernah mendapat ciuman seperti

itu dari seorang gadis, apalagi ciuman itu datangnya dari gadis secantik Endang. Saya pun segera membantunya sambil

sesekali curi padang padanya, namun sepertinya ia tidak menyadari kalau saya memperhatikanya.

Setelah kami mengerjakan tugas itu sekitar 30 menit, tiba-tiba Endang berhenti mengerjakan tugas itu. Ia mengeluh sambil

memegangi keningnya.
"Kak, Endang pusing nih, boleh ngga kakak pijitin kepala Endang?" katanya sambil merapatkan badannya ke dada saya.
Sempat saya merasakan gesekan dari payudaranya yang cukup kencang namun terasa lembut.
"Emang kenapa kok Endang tiba-tiba pusing?" tanya saya agak heran.
"Ayo kak, tolong pijatin donk, kepala Endang pening!"
"Oke, dengan senang hati lagi." kataku penuh antusias.
Saya lalu mulai menekan-nekan keningnya dengan tangan kiri saya dan tangan kanan. Saya menahan lehernya agar badannya

tidak bergoyang. Sesekali saya juga mengelus pundaknya yang putih bersih.
"Kak, belakang leher Endang juga kak, soalnya leher Endang agak kaku nih." katanya sambil menuntun tangan saya pada

lehernya.
Setelah saya memijatnya sekitar lima menit, ia lalu berdiri sambil menarik tangan saya.
Katanya, "Kak, Endang baring di ranjang aja ya? Biar pijitnya gampang."
"Terserah Endang ajalah." kata saya sambil mengikutinya dari belakang.
Lagi-lagi saya terkesima melihat pinggulnya yang sungguh aduhai.

Ia lalu berbaring telungkup di atas ranjang sambil menyuruh saya memijat leher dan punggungnya. Sesekali saya melihat dia

menggerakkan tubuhnya, entah karena sakit atau karena geli. Saya tidak tahu pasti, yang jelas saya juga sangat senang

memijat punggungnya yang sangat seksi.

Entah karena gerah atau bagaimana, tiba-tiba saja ia bangun.
Katanya, "Kak, Endang buka baju saja ya? Sekalian pakai balsem biar cepat sembuh."
"Mungkin Endang masuk angin." katanya sambil melepaskan kaosnya, lalu kembali berbaring di depan saya.
Saya terkesima melihat kulit tubuhnya yang kuning langsat. Dalam hati saya berpikir alangkah bahagianya saya kalau kelak

mempunyai istri secantik Endang. Saya terus memijatnya dengan lembut. Sesekali saya memutar-mutar jari-jari saya di tepi

rusuknya. Setiap saya meraba sisi rusuknya, ia kontan menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Kadang juga pinggulnya

ditarik. Maklum, ia belum terbiasa disentuh laki-laki. Saya juga sudah mulai merasakan penis saya mulai bergerak-gerak dan

kini sudah semakin tegang.

Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah saya.
Katanya, "Kak, Endang buka aja BH-nya ya kak? Soalnya gerah nih."
"Terserah Endang lah." kata saya.
Kini kami saling berhadap-hadapan, ia berbaring menatap ke arah pandangan saya dan saya berlutut di samping kanannya. Dia

hanya tersenyum manja, saya pun membalas senyumanya dengan senyuman yang entah seperti apa modelnya, soalnya saya sudah

tidak konsen lagi karena nafas saya sudah mulai tidak menentu. Sepertinya nafas Endang juga sudah mulai tidak terkendali,

saya melihat bukitnya yang nampak berdiri kokoh dengan pucuk warna merah jambu kini sudah mulai turun naik.

Saya sempat grogi dibuatnya, bagaimana tidak, selama ini saya belum pernah melihat pemandangan seindah ini. Di depan saya

kini tergeletak seorang gadis yang tubuhnya begitu memabukkan dengan desahan nafas yang membuat batang kejantanan saya

sudah berdenyut-denyut. Seakan-akan penis saya mau lompat menerjang tubuh Endang yang terbaring mengeliat-geliat, sungguh

darah muda saya mulai berdesir kencang. Kini saya mulai merasakan detak jantung saya sudah tidak beraturan lagi.

"Kenapa kak?" katanya sambil tersenyum manja.
"Ngga, ngga papa kok." kata saya agak grogi.
"Sudahlah, ayo Kak pijitnya yang agak keras dikit."
"Iya, iya" jawab saya.
Saya lalu mulai mengelus-elus perutnya yang putih bersih itu, tanpa sengaja saya menyenggol gundukan di dadanya.
"Ahh.." katanya sambil menggeliatkan tubuhnya.
Saya dengan cepat memindahkan tangan, tetapi ia kembali menariknya."Tidak apa-apa kak, terusin saja." katanya.
Wah, benar-benar malam ini adalah malam yang sangat menyenangkan bagi saya karena tidak pernah terlintas di dalam pikiran

saya akan mendapat kesempatan seperti ini. Kesempatan untuk mengelus-elus tubuh Endang yang sangat meransang.
"Saya tidak boleh melewatkan kesempatan sebaik ini," kata saya dalam hati.

Kini Endang semakin merasakan rabaan jari-jari saya, saya melihat dari desahan nafasnya dan dari tubuhnya yang sudah mulai

hangat. Entah setan apa yang membuat Endang lupa diri, dia tiba-tiba menarik wajah saya, lalu mengusapnya dengan jari-

jarinya yang lembut dan mulai mencium dan menggigit bibir saya. Saya hanya pasrah dan terus terang saya juga sebenarnya

sangat menginginkanya, namun selama ini saya pendam saja karena saya menghargainya dan menganggapnya sebagai adik saya

sendiri. Tetapi saat ini pikiran itu telah sirna dari kepala saya yang dialiri oleh gelora darah muda saya yang

menggelora. Ia terus mencium saya dan kini ia melepaskan kaos yang saya pakai lalu membuangnya di samping ranjang.

"Endang, ada apa ini?" tanya saya setengah tidak percaya dengan apa yang sedang ia lakukan.
Tetapi ia tidak memperdulikan kata-kata saya lagi. Melihat gelagat Endang yang sudah di luar batas kendali itu, saya pun

tidak mau tinggal diam. Saya mulai membalas ciumannya, melumat bibirnya dan menghisap lehernya yang putih bersih. Saya

merasakan penis saya semakin keras dan berdenyut-denyut. Endang terus mencium bibir saya dengan nafas tersengal-sengal.

Saya pun tidak mau kalah, saya mulai meremas-remas payudaranya yang masih kencang dan menantang. Kini saya mulai mengisap

pucuknya.
"Achh.." ia menggeliat.

Saya melihat Endang semakin menikmati perbuatannya. Sesekali ia menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan sambil

mendesah nikmat. Endang melihat penis sudah mendongkrak celana pendek saya, ia lalu menyelipkan tangannya ke dalam CD saya

dan ia kini sudah menggenggam penis saya yang berdiri tegak dengan otot-otot yang berwarna kebiruan. Ia lalu menarik

celana pendek dan CD saya dan kemudian melemparkannya ke lantai.

Ia kembali menangkap penis saya dan mengocoknya dengan jari-jarinya yang lembut. "Aachh.. achh.." benar-benar nikmat

rasanya.
Saya merasakan penis saya semakin tegang dan semakin panjang. Ia terus mempermainkan milik saya yang sudah berdenyut-

denyut dan mulai mengeluarkan cairan bening. Saya pun tidak mau ketinggalan. Saya lalu menyelipkan jari-jari saya ke

selangkangannya. Saya merasakan lubang kemaluannya sudah hangat dan sudah sangat basah dengan cairan warna bening

mengkilat. Rupanya ia sudah benar-benar sangat terangsang dengan permainan kami.

Dengan nafas yang tersengal-sengal, saya lalu melorotkan celana Endang lalu meremas-remas pahanya yang putih mulus dan

masih kencang. Saya tidak sanggup lagi menahan nafsu saya yang sudah naik ke ubun-ubun saya. Dengan sekali tarik, saya

berhasil melepaskan CD-nya Endang. Kini ia benar-benar bugil. Saya sejenak terpana menyaksikan tubuhnya yang kini tanpa

sehelai benang, dengan kulit kuning langsat, halus, bersih dan bentuk badan yang sangat seksi sungguh nyaris sempurna.

Saya benar-benar tidak tahan melihat vaginya yang ditumbui rambut tipis dan halus dengan bentuknya yang mungil berwarna

coklat agak kemerah-merahan. Kembali penis saya berdenyut-denyut, seakan meronta-ronta ingin menerjang lubang nikmat

Endang yang masih terkatup rapat. Saya sangat gemas melihat liang kemaluannya dan kini saya mulai mengusap-usap bibirnya

dan meremas klitorisnya. Lubang nikmat Endang sudah sangat basah. Saya melihat Endang semakin terlelap dalam nafsunya. Ia

hanya mengerang nikmat.
"Achh.. achh.. ohh.. ohh.."
Saya terus menjilat klitorisnya. Ia hanya mendesah, "Achh.. achh.." sambil menarik-narik pinggulnya.

"Kak, ayo masukin kak!" sambil menarik penis saya menuju bibir kemaluannya.
"Oke sayang," lalu saya membuka kakinya.
Kemudian saya melipat kakinya dan menyuruhnya supaya ia membuka pahanya agak lebar. Saya lalu menarik pantat saya dan

merapatkannya pada selangkangan Endang. Ia dengan cekatan meraih batang kemaluan saya lalu menempelkannya di bibir

kemaluanya yang masih sangat rapat namun sudah basah dengan cairan lendirnya.
"Pelan-pelan ya kak, Endang belum biasa."
"Iya sayang," kata saya sambil mengecup bibirnya yang merekah basah.

Saya kemudian mendorongnya pelan-pelan.
"Achh.. sakit kak."
"Tahan sayang."
Saya lalu kembali mendorongnya pelan-pelan dan kini batang saya sudah bisa masuk setengahnya. Endang hanya menggeliat dan

menggigit bibirnya. Saya terus mendorongnya sambil memeluk tubuhnya. Sesekali saya menyentaknya agak keras.
"Achhkk.. sakit kak, pelan-pelan donk!" memang kelaminnya masih sangat rapat, maklum ia masih perawan.
"Tahan ya sayang," saya mencoba menenangkannya sambil memegang pinggulnya erat-erat.
"Akk.." Endang meringis keras.
Ia memukul dada saya dengan keras sambil menarik pantatnya.
"Sakit kak, sakitt.."

Saya merasakan batang kejantanan saya menembus sesuatu yang kenyal dalam lubang kenikmatan Endang. Rupanya batang saya

telah berhasil menembul selaput daranya. Dari liang sorga Endang tampak mengalir darah segar. Saya terus menggoyang-

goyangkan pinggul saya maju mundur sambil menciumi bibirnya dan meremas-remas gunungnya yang sangat menantang itu.

Sesekali saya melihat dia merapatkan kedua pahanya sambil mengigit bibirnya. Benar-benar milik Endang sungguh nikmat, saya

merasakan vaginanya semakin basah dan licin, namun tetap saya merasakan kejantanan saya terjepit dan kadang seperti

dihisap oleh vaginanya Endang.

Kini saya merasakan batang kemaluan saya sudah berdenyut-denyut sepertinya ingin memuntahkan sesuatu, namun saya tetap

menahannya dengan mengurangi irama permainan saya.
"Terus kak, terus.." ia menggeliat.
Saya melihat kedua kakinya mengejang. Gerakan saya kembali saya pacu, membuat payudaranya agak bergoyang dan sepertinya

semakin membesar berwarna kemerah-merahan.
"Achh.. achh.. Kak cepat kak, cepat kak." sambil menggeliat.
Ia merapatkan pahanya. Dia mulai menggerak-gerakkan tangannya mencari pegangan. Akhirnya ia memelukku dengan erat dan

mengangkat kedua kakinya. Sambil menggigit bibirnya, ia memejamkan matanya. Saya merasakan kalau kini badannya sudah kaku

dan hangat. Akhirnya Endang memelukku erat-erat dan mengangkat pantatnya sambil berteriak."Achhkk.."

Saya merasakan badannya bergetar dan sepertinya ada sesuatu yang hangat menyentuh batang kejantanan saya, rupanya Endang

sudah orgasme. Saya semakin tidak kuat menahan denyutan dari buah kejantanan saya, akibat kenikmatan yang diberikan Endang

sangat luar biasa, batang saya semakin berdenyut-denyut dan kini saya benar-benar tidak sanggup lagi menahannya. Lalu saya

mempercepat gerakan saya dan mendorong penis saya lebih dalam lagi sambil menarik tubuh Endang dengan erat ke dalam

pelukan saya. Saya merasakan kenikmatan yang sangat dahsyat itu. Kini semuanya mengaliri dan menggetarkan seluruh tubuh

saya mulai dari ubun-ubun sampai ujung kaki saya.
Akhirnya, "Srett.. srett.. srett.."

Kejantanan saya mengeluarkan cairan hangat dalam lubang kemaluan Endang. Saya sempat bingung dan takut karena telah

menikmati tubuh Endang secara tidak sah. Namun rasa nikmat itu lebih dahsyat sehingga pikiran itu segera sirna. Saya hanya

tersenyum lalu mengecup bibir Endang dan mengucapkan terima kasih pada Endang. Tampak tubuh Endang basah dengan

keringatnya tetapi terlihat wajahnya berseri-seri karena puas. Endang hanya merapatkan kedua tangannya ke sisi tubuhnya.

Ketika saya mencabut batang kejantanan saya dari vaginanya ia hanya tersenyum saja. Astaga, saya melihat di sprey Endang

terdapat bercak darah. Tetapi segera Endang bangun dan menenangkan saya.
"Tenang mas, nanti saya cuci, tak akan ada yang mengetahuinya." katanya sambil meletakkan jarinya di kedua bibir saya.

Kami berdua lalu menuju ke kamar mandi. Di situ kami masih sempat melakukannya sekali lagi, lalu akhirnya kami kembali

mandi dan kembali ke kamarnya Endang. Setelah saya mengambil baju dan celana, saya pun menuju ruang tamu. Tidak lama

kemudian keluarlah Endang dari kamarnya lalu mengajak saya makan malam berdua. Katanya, ia sengaja duluan makan karena

tidak ingin bertemu dengan om dan tante malam ini. Mungkin Endang malu dan takut kalau perbuatan kami ketahuan. Setelah

makan, ia kembali ke kamarnya. Entah ia tidur atau belajar, saya tidak tahu pasti.

Tidak lama kemudian, om dan tante saya datang. Mereka menceritakan keadaan pesta itu yang katanya cukup ramai dibanding

tahun lalu karena tahun ini siswanya lulus 100 persen dengan nilai tertinggi di kota kami. Om saya menanyakan Endang,

tetapi saya katakan mungkin ia sudah tidur sebab tadi setelah makan ia sempat mengatakan kepada saya bahwa ia agak lelah.

Om saya hanya menggangguk lalu menuju kamarnya, katanya ia juga sudah makan dan kini ia pun ingin istirahat.

Saya tersenyum puas dan kembali menonton sebentar, lalu masuk kamar saya. Di dalam kamar, saya tidak bisa tidur

membayangkan kejadian yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu. Malam ini saya sangat senang karena telah merasakan

sesuatu yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya dan pengalaman yang sangat manis ini tentu tidak akan pernah saya

 lupakan sepanjang hidup saya.{cerita seks}

cerita seks dewasa

MONTOKNYA TUBUH ANAK JURAGANKU

Suatu hari aku mendapat perintah dari boss untuk mendatangi rumah Ibu Yuli, menurutnya antena parabola Ibu Yuli rusak tidak keluar gambar gara-gara ada hujan besar tadi malam. Dengan mengendarai sepeda motor Yamaha, segera aku meluncur ke alamat tersebut. Sampai di rumah Ibu Yuli, aku disambut oleh anaknya yang masih SMP kelas 2, namanya Anita. Karena aku sudah beberapa kali ke rumahnya maka tentu saja Anita segera menyuruhku masuk. Saat itu suasana di rumah Ibu Yuli sepi sekali, hanya ada Anita yang masih mengenakan seragam sekolah, kelihatannya dia juga baru pulang dari sekolah.

"Jam berapa sich Ibumu pulang, Nit..?"
"Biasanya sih yah, sore antara jam 5-an," jawabnya.
"Iya, tadi Oom disuruh ke sini buat betulin parabola. Apa masih nggak keluar gambar..?"
"Betul, Oom.. sampai-sampai Nita nggak bisa nonton Diantara Dua Pilihan, rugi deh.."
"Coba yah Oom betulin dulu parabolanya.." Lalu segera aku naik ke atas genteng dan singkat kata hanya butuh 20 menit saja untuk membetulkan posisi parabola yang tergeser karena tertiup angin.

Nah, awal pengalaman ini berawal ketika aku akan turun dari genteng, kemudian minta tolong pada Anita untuk memegangi tangganya. Saat itu Anita sudah mengganti baju seragam sekolahnya dengan kaos longgar ala Bali. Kedua tangan Anita terangkat ke atas memegangi tangga, akibatnya kedua lengan kaosnya merosot ke bawah, dan ujung krahnya yang kedodoran menganga lebar. Pembaca pasti ingin ikut melihat karena dari atas pemandangannya sangat transparan. Ketiak Nita yang ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat sensual sekali, lalu dari ujung krahnya terlihat gumpalan payudaranya yang kencang dan putih mulus. Batang kemaluanku seketika berdenyut-denyut dan mulai mengeras. Sebuah pemandangan yang merangsang. Anita tidak memakai BH, mungkin gerah, payudaranya berukuran sedang tapi jelas kelihatan kencang, namanya juga payudara remaja yang belum terkena polusi. Dengan menahan nafsu, aku pelan-pelan menuruni tangga sambil sesekali mataku melirik ke bawah. Anita tampak tidak menyadari kalau aku sedang menikmati keindahan payudaranya. Tapi yah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya kalau dia tahu lalu tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin minimal pasti patah tulang. Yang pasti setelah selamat sampai ke bumi, pikiranku jadi kurang konsentrasi pada tugas.

Aku baru menyadari kalau sekarang di rumah ini hanya ada kami berdua, aku dan seorang gadis remaja yang cantik. Anita memang cantik, dan tampak sudah dewasa dengan mengenakan baju santai ketimbang seragam sekolah yang kaku. Seperti biasanya, mataku menaksir wanita habis wajah lalu turun ke betis lalu naik lagi ke dada. Kelihatannya pantas diberi nilai 99,9. Sengaja kurang 0,1 karena perangkat dalamnya kan belum ketahuan.

"Oom kok memandang saya begitu sih.. saya jadi malu dong.." katanya setengah manja sambil mengibaskan majalah ke mataku.
"Wahh.. sorry deh Nit.. habis selama ini Oom baru menyadari kecantikanmu," sahutku sekenanya, sambil tanganku menepuk pipinya.
Wajah Anita langsung memerah, barangkali tersinggung, emang dulu-dulunya nggak cakep.
"Idihh.. Oom kok jadi genit deh.." Duilah senyumnya bikin hati gemas, terlebih merasa dapat angin harapan.

Setelah itu aku mencoba menyalakan TV dan langsung muncul RCTI Oke. Beres deh, tinggal merapikan kabel-kabel yang berantakan di belakang TV.

"Coba Nit.. bantuin Oom pegangin kabel merah ini.."
Dan karena posisi TV agak rendah maka Anita terpaksa jongkok di depanku sambil memegang kabel RCA warna merah. Kaos terusan Anita yang pendek tidak cukup untuk menutup seluruh kakinya, akibatnya sudah bisa diduga. Pahanya yang mulus dan putih bersih berkilauan di depanku, bahkan sempat terlihat warna celana dalam Anita. Seketika jantungku seperti berhenti berdetak lalu berdetak dengan cepatnya. Dan bertambah cepat lagi kala tangan Anita diam saja saat kupegang untuk mengambil kabel merah RCA kembali. Punggung tangannya kubelai, diam saja sambil menundukkan wajah. Aku pun segera memperbaiki posisi. Kala tangannya kuremas Anita telah mengeluarkan keringat dingin. Lalu pelan-pelan kudongakkan wajahnya serta kubelai sayang rambutnya.

"Anita, kamu cantik sekali.. Boleh Oom menciummu?" kataku kubuat sesendu mungkin.
Anita hanya diam tapi perlahan matanya terpejam. Bagiku itu adalah jawaban. Perlahan kukecup keningnya lalu kedua pipinya. Dan setengah ragu aku menempelkan bibirku ke bibirnya yang membisu. Tanpa kuduga dia membuka sedikit bibirnya. Itu pun juga sebuah jawaban. Selanjutnya terserah anda.

Segera kulumat bibirnya yang empuk dan terasa lembut sekali. Lidahku mulai menggeliat ikut meramaikan suasana. Tak kuduga pula Anita menyambut dengan hangat kehadiran lidahku, Anita mempertemukan lidahnya dengan milikku. Kujilati seluruh rongga mulutnya sepuas-puasnya, lidahnya kusedot, Anita pun mengikuti caraku.

Pelan-pelan tubuh Anita kurebahkan ke lantai. Mata Anita menatapku sayu. Kubalas dengan kecupan lembut di keningnya lagi. Lalu kembali kulumat bibirnya yang sedikit terbuka. Tanganku yang sejak tadi membelai rambutnya, rasanya kurang pas, kini saat yang tepat untuk mulai mencari titik-titik rawan. Kusingkap perlahan ujung kaosnya mirip ular mengincar mangsa. Karena Anita memakai kaos terusan, pahanya yang mulus mulai terbuka sedikit demi sedikit. Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang kuhadapi adalah gadis baru berusia sekitar 14 tahun. Harus penuh kasih sayang dan kelembutan, sabar menunggu hingga sang mangsa mabuk. Dan kelihatannya Anita bisa memahami sikapku, kala aku kesulitan menyingkap kaosnya yang tertindih pantat, Anita sedikit mengangkat pinggulnya. Wah, sungguh seorang wanita yang penuh pengertian.

"Ahh.. Ahh.." hanya suara erangan yang muncul dari bibirnya kegelian ketika mulutku mulai mencium batang lehernya. Sementara tanganku sedikit menyentuh ujung celana dalamnya lalu bergeser sedikit lagi ke tengah. Terasa sudah lembab celana dalam Anita. Tanganku menemukan gundukan lunak yang erotis dengan belahan tepat ditengah-tengahnya. Aku tak kuasa menahan gejolak hati lagi, kuremas gemas gundukan itu. Anita memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir bawahnya.

Hawa yang panas menambah panas tubuhku yang sudah panas. Segera kulucuti bajuku, juga celana panjangku hingga tinggal tersisa celana dalam saja. Tanpa ragu lagi kupelorotkan celana dalam Anita. Duilah.. Baru kali ini aku melihat bukit kemaluan seindah milik Anita. Luar biasa.. padahal belum ada sehelai bulu pun yang tumbuh. Bukitnya yang besar putih sekali. Dan ketika kutekuk lutut Anita lalu kubuka kakinya, tampak bibir kemaluannya masih bersih dan sedikit kecoklatan warnanya. Anita tidak tahu lagi akan keadaan dirinya, belaianku berhasil memabukkannya. Ia hanya bisa medesah-desah kegelian sambil meremasi kaosnya yang sudah tersingkap setinggi perut. Begitulah wanita. Gam-gam-sus (gampang gampang susah) apa sus-sus-gam (susah susah gampang).

Tidak sabar lagi aku membiarkan sebuah keindahan terbuka sia-sia begitu saja. Aku segera mengarahkan wajahku di sela-sela paha Anita dan menenggelamkannya di pangkal pertemuan kedua kakinya. Mulutku kubuka lebar-lebar untuk bisa melahap seluruh bukit kemaluan Anita. Bau semerbak tidak kuhiraukan, kuanggap semua kemaluan wanita yah begini baunya. Lidahku menjuluri seluruh permukaan bibir kemaluannya. Setiap lendir kujilati lalu kutelan habis dan kujilati terus. Kujilati sepuas-puasnya seisi selangkangan Anita sampai bersih. Lidahku bergerak lincah dan keras di tengah-tengah bibir kemaluannya. Dan ketika lidahku mengayun dari bawah ke atas hingga tepat jatuh di klitorisnya, Kujepit klitorisnya dengan gemas dan lidahku menjilatinya tanpa kompromi. Anita tak sanggup lagi untuk berdiam diri. Badannya memberontak ke atas-bawah dan bergeser-geser ke kiri-kanan. Segala ujung syarafnya telah terkontaminasi oleh kenikmatan yang amat sangat dashyat. Sebuah kenikmatan yang bersumber dari lidahku mengorek klitorisnya tapi menyebar ke seantero tubuhnya. Anita sudah tidak mengenal lagi siapa dirinya, boro-boro mikir, untuk bernafas saja tidak bisa dikontrol. Aku jadi semakin ganas dan melupakan softly itu siapa.

Batang kejantananku sudah amat sangat besar bergemuruh seluruh isinya. Demi melihat Anita tersenggal-senggal, segera kutanggalkan modal terakhirku, celana dalam. Tanpa ba. bi. bu. be. bo segera kuarahkan ujung kemaluanku ke pangkal selangkangan Anita. Sekilas aku melihat Anita mendelik kuatir melihat perubahan perangaiku. Batang kemaluanku memang kelewatan besarnya belum lagi panjangnya yang hampir menyentuh pusar bila berdiri tegak. Anita kelihatannya ngeri dan mulai sadar ingatannya, kakinya agak tegang dan berusaha merapatkan kedua kakinya.

"Ampun Oom.. jangan Ooomm.. ampun Oomm.jangann.." Tangan Anita mencoba menghalau kedatangan senjataku yang siap mengarah ke pangkal pahanya.

Merasa mendapat perlawanan, sejenak aku jadi agak bingung, tapi untunglah aku memiliki pengalaman yang cukup untuk menghadapinya. Segera aku meminta maaf sambil tanganku kembali membelai rambutnya yang terurai agak acak-acakan.

"Nita takut Oom. Nanti kalau Mama tahu pasti Nita dimarahin. Dan lagi Nita nggak pernah kayak ginian. Nita juga jadi malu.." Katanya setengah mau menangis dan membetulkan kaosnya untuk menutupi tubuhnya.
"Jangan kuatir Nit. Oom tidak bermaksud jahat terhadap kamu. Oom sayang sekali sama Nita. Dan lagi Nita jangan takut sama Oom. Semua orang cepat atau lambat pasti akan merasakan kenikmatan hubungan 'beginian'. Jangan takut 'beginian' karena 'beginian' itu enak sekali."
"Iya, tapi Nita nggak tahu harus bagaimana dan kenapa tahu-tahu Nita jadi begini..?" Air mata Anita mulai mengalir dari pojok matanya. Melihat itu aku segera memeluknya agar bisa menenangkannya.

Agak lama aku memberi ceramah dan teori edan secara panjang lebar, sampai akhirnya Anita bisa memahami seluruhnya. Dan sesekali senyumnya mulai muncul lagi.

"Coba sekarang Nita belajar pegang 'anunya' Oom, bagus khan," aku meraih tangannya lalu membimbingnya ke batang kejantananku. Tangannya kaku sekali tapi setelah perlahan-lahan kuelus-eluskan pada batang kejantananku, otot tangannya mulai mengendor. Lalu tangannya mulai menggenggam batang kejantananku. Pelan-pelan tangannya kutuntun maju-mundur. Kelembutan tangannya membuat batang kejantananku mulai bergerak membesar, sampai akhirnya tangan Anita tidak cukup lagi menggenggamnya. Dan Anita kelihatan menikmatinya, tanpa kuajari lagi tangannya bergerak sendiri.

"Ahh.. enak sekali Nit.. aahh.. kamu memang anak yang pintar.. ahh.." mulutku tak sanggup menahan kenikmatan yang mulai menjalari seluruh syarafku. Sementara itu tangan kiriku mulai meremas payudaranya yang masih tertutup kaos Bali yang tipis. Belum pernah aku meremas payudara sekeras milik Anita. Tangan kananku yang satu meraih kepalanya lalu dengan cepat kulumat bibirnya. Lidahku menjulur keluar menelusuri setiap sela rongga mulutnya. Hingga akhirnya lidah Anita pun mengikuti yang kulakukan. Dari matanya yang terpejam aku bisa merasakan kenikmatan tengah membakar tubuhnya.

Segera aku meminta Anita untuk melepas kaosnya agar lebih leluasa. Dan tanpa ragu-ragu Anita segera berdiri lalu menarik kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Batang kejantananku semakin berdenyut-denyut menyaksikan tubuh mungil Anita tanpa mengenakan selembar benang. Tubuhnya yang sintal dan putih bersih membakar semangatku. Betul-betul sempurna. Kedua payudaranya menggelembung indah dengan puting yang mengarah ke atas mengingatkanku pada payudara Holly Hart (itu lho salah satu koleksi Playboy).

"Nit, tubuhmu luar biasa sekali.. Hebat!" Pujianku membuat wajahnya memerah barangkali menahan malu.
"Oomm, boleh nggak Anita mencium 'itu'nya Oom?" Anita tersipu-sipu menunjuk ke selangkanganku. Rasanya tidak etis kalau aku menolaknya. Lalu sambil duduk di sofa aku menelentangkan kedua kakiku.
"Tentu saja boleh kalau Anita menyukainya.." Kubikin semanis mungkin senyumku. Anita pun mengambil posisi dengan berjongkok lalu kepalanya mendekati selangkanganku. Mulanya hanya mencium dan mengecup seputar kepala batang kejantananku. Pelan-pelan lidahnya mulai ikut berperan aktif menjilat-jilatinya. Anita kelihatan keenakan mendapat mainan baru. Dengan rakus lidahnya menyusuri sekeliling batang kejantananku. Sensasi yang luar biasa membuatku gemas meremasi kedua payudaranya.

"Aaduuhh.. enak sekali Nit.. Teruss.. Nitt, coba ke sebelah sini," kataku sambil menunjuk ke buah pelirku. Anita segera paham lalu mejulurkan lidahnya ke pelirku. Anita menggerakkan lidahnya ke kanan-kiri atas-bawah.
"Oomm, ke kamar Nita aja yuk biar nggak gerah.." Sahutnya mengajak ke kamarnya yang ber-AC.
"Terserah Nita aja dehh.." balasku.
 Begitu Anita merebahkan tubuhnya ke spring bed, aku tidak mau menunggu terlalu lama untuk merasakan tubuh indahnya. Segera kutindih dan kucumbui. Sekujur tubuhnya tak ada yang kusia-siakan. Terutama di payudaranya yang aduhai. Tanganku seakan tak pernah lepas dari liang kewanitaannya. Setiap tanganku menggosok klitorisnya, tubuh Anita menggerinjal entah mengapa. Sementara itu batang kejantananku seperti akan meledak menahan tekanan yang demikian besarnya.{cerita seks dewasa}

cerita seks khusus dewasa

CSKD >>>>>>>>

CERITA SEKS DEWASA - San… hei
aku jaga nich malam ini, elu
jangan kirim pasien yang aneh-
aneh ya, aku mau bobo, begitu
pesanku ketika terdengar
telepon di ujung sana diangkat.
“Udah makan belum?” suara
merdu di seberang sana
menyahut.
“Cie… illeee, perhatian nich”, aku
menyambung dan, “Bodo ach”,
lalu terdengar tuutt… tuuuttt…
tuuut, rupanya telepon di sana
sudah ditutup.
Malam ini aku dapat giliran jaga
di bangsal bedah sedangkan di
UGD alias Unit Gawat Darurat
ada dr. Sandra yang jaga. Nah,
UGD kalau sudah malam begini
jadi pintu gerbang, jadi seluruh
pasien akan masuk via UGD,
nanti baru dibagi-bagi atau
diputuskan oleh dokter jaga
akan dikirim ke bagian mana
para pasien yang perlu dirawat
itu. Syukur-syukur sih bisa
ditangani langsung di UGD, jadi
tidak perlu merepotkan dokter
bangsal. dr. Sandra sendiri
harus aku akui dia cukup
terampil dan pandai juga, masih
sangat muda sekitar 28 tahun,
cantik menurutku, tidak terlalu
tinggi sekitar 165 cm dengan
bodi sedang ideal, kulitnya
putih dengan rambut sebahu.
Sifatnya cukup pendiam, kalau
bicara tenang seakan
memberikan kesan sabar tapi
yang sering rekan sejawat
jumpai yaitu ketus dan judes
apalagi kalau lagi moodnya
jelek sekali. Celakanya yang
sering ditunjukkan, ya seperti
itu. Gara-gara itu barangkali,
sampai sekarang dia masih
single. Cuma dengar-dengar
saja belakangan ini dia lagi
punya hubungan khusus
dengan dr. Anton tapi aku juga
tidak pasti.
Kira-kira jam 2 pagi, kamar jaga
aku diketuk dengan cukup
keras juga.
“Siapa?” tanyaku masih agak
malas untuk bangun, sepet
benar nih mata.
“Dok, ditunggu di UGD ada
pasien konsul”, suara dibalik
pintu itu menyahut, oh suster
Lena rupanya.
“Ya”, sahutku sejurus
kemudian.
Sampe di UGD kulihat ada
beberapa pria di dalam ruang
UGD dan sayup-sayup
terdengar suara rintihan halus
dari ranjang periksa di ujung
sana, sempat kulihat sepintas
seorang pria tergeletak di sana
tapi belum sempat kulihat lebih
jelas ketika dr. Sandra
menyongsongku, “Fran, pasien
ini jari telunjuk kanannya
masuk ke mesin, parah, baru
setengah jam sih, tensi oke,
menurutku sih amputasi
(dipotong, gitu maksudnya),
gimana menurut elu?” demikian
resume singkat yang diberikan
olehnya.
“San, elu makin cantik aja”,
pujiku sebelum meraih status
pasien yang diberikannya
padaku dan ketika aku berjalan
menuju ke tempat pasien itu,
sebuah cubitan keras mampir di
pinggangku, sambil dr. Sandra
mengiringi langkahku sehingga
tidak terlalu lihat apa yang dia
lakukan. Sakit juga nih.
Saat kulihat, pasien itu memang
parah sekali, boleh dibilang
hampir putus dan yang
tertinggal cuma sedikit daging
dan kulit saja di cerita seks
dewasa.
“Dok, tolong dok… jangan
dipotong”, pintanya kepadaku
memelas.
Akhirnya aku panggil itu si Om
gendut, bosnya barangkali dan
seorang rekan kerjanya untuk
mendekat dan aku berikan
pengertian ke mereka semua.
“Siapa nama Bapak?” begitu
aku memulai percakapan sambil
melirik ke status untuk
memastikan bahwa status yang
kupegang memang punya
pasien ini.
“Praptono”, sahutnya lemah.
“Begini Pak Prap, saya mengerti
keadaan Bapak dan saya akan
berusaha untuk
mempertahankan jari Bapak,
namun hal ini tidak mungkin
dilakukan karena yang tersisa
hanya sedikit daging dan kulit
saja sehingga tidak ada lagi
pembuluh darah yang mengalir
sampai ke ujung jari. Bila saya
jahit dan sambungkan, itu
hanya untuk sementara
mungkin sekitar 2 - 4 hari
setelah itu jari ini akan
membusuk dan mau tidak mau
pada akhirnya harus dibuang
juga, jadi dikerjakan 2 kali.
Kalau sekarang kita lakukan
hanya butuh 1 kali pengerjaan
dengan hasil akhir yang lebih
baik, saya akan berusaha untuk
seminimal mungkin membuang
jaringannya dan pada
penyembuhannya nanti
diharapkan lebih cepat karena
lukanya rapih dan tidak
compang-camping seperti ini”,
begitu penjelasan aku pada
mereka dengan cerita seks
dewasa.
Kira - kira seperempat jam
kubutuhkan waktu untuk
meyakinkan mereka akan
tindakan yang akan kita
lakukan. Setelah semuanya oke,
aku minta dr. Sandra untuk
menyiapkan dokumennya
termasuk surat persetujuan
tindakan medik dan
pengurusan untuk rawat
inapnya, sementara aku
siapkan peralatannya dibantu
oleh suster-suster dinas di UGD.
“San, elu mau jadi
operatornya?” tanyaku setelah
semuanya siap.
“Ehm… aku jadi asisten elu aja
deh”, jawabnya setelah terdiam
sejenak.
Entah kenapa ruangan UGD ini
walaupun ber-AC tetap saja aku
merasa panas sehingga butir-
butir keringat yang sebesar
jagung bercucuran keluar
terutama dari dahi dan hidung
yang mengalir hingga ke leher
saat aku kerja itu. Untung
Sandra mengamati hal ini dan
sebagai asisten dia cepat
tanggap dan berulang kali dia
menyeka keringatku. Huh… aku
suka sekali waktu dia menyeka
keringatku, soalnya wajahku
dan wajahnya begitu dekat
sehingga aku juga bisa
mencium wangi tubuhnya yang
begitu menggoda, lebih-lebih
rambutnya yang sebahu dia
gelung ke atas sehingga
tampak lehernya yang putih
berjenjang dan tengkuknya
yang ditumbuhi bulu-bulu
halus. Benar-benar menggoda
iman dan harapan.
Setengah jam kemudian selesai
sudah tugasku, tinggal jahit
untuk menutup luka yang
kuserahkan pada dr. Sandra.
Setelah itu kulepaskan sarung
tangan sedikit terburu-buru,
terus cuci tangan di wastafel
yang ada dan segera masuk ke
kamar jaga UGD untuk pipis. Ini
yang membuat aku tidak tahan
dari tadi ingin pipis. Daripada
aku mesti lari ke bangsal bedah
yang cukup jauh atau keluar
UGD di ujung lorong sana juga
ada toilet, lebih baik aku pilih di
kamar dokter jaga UGD ini, lagi
pula rasanya lebih bersih.
Saat kubuka pintu toilet
(hendak keluar toilet),
“Ooopsss…” terdengar jeritan
kecil halus dan kulihat dr.
Sandra masih sibuk berusaha
menutupi tubuh bagian atasnya
dengan kaos yang
dipegangnya.
“Ngapain lu di sini?” tanyanya
ketus.
“Aku habis pipis nih, elu juga
kok nggak periksa-periksa dulu
terus ngapain elu buka baju?”
tanyaku tak mau disalahkan
begitu saja.
“Ya, udah keluar sana”,
suaranya sudah lebih lembut
seraya bergerak ke balik pintu
biar tidak kelihatan dari luar
saat kubuka pintu nanti.
Ketika aku sampai di pintu,
kulihat dr. Sandra tertunduk
dan… ya ampun…. pundaknya
yang putih halus terlihat sampai
dengan ke pangkal lengannya,
“San, pundak elu bagus”,
bisikku dekat telinganya dan
semburat merah muda segera
menjalar di wajahnya dan ia
masih tertunduk yang
menimbulkan keberanianku
untuk mengecup pundaknya
perlahan. Ia tetap terdiam dan
segera kulanjutkan dengan
menjilat sepanjang pundaknya
hingga ke pangkal leher dekat
tengkuknya. Kupegang
lengannya, sempat tersentuh
kaos yang dipegangnya untuk
menutupi bagian depan
tubuhnya dan terasa agak
lembab. Rupanya itu alasannya
dia membuka kaosnya untuk
menggantinya dengan yang
baru. Berkeringat juga rupanya
tadi.
Perlahan kubalikkan tubuhnya
dan segera tampak
punggungnya yang putih
mulus, halus dan kurengkuh
tubuhnya dan kembali lidahku
bermain lincah di pundak dan
punggungnya hingga ke
tengkuknya yang ditumbuhi
bulu-bulu halus dan kusapu
dengan lidahku yang basah.
“Aaaccch… ach…” desahnya
yang pertama dan disusul
dengan jeritan kecil tertahan
dilontarkannya ketika kugigit
urat lehernya dengan gemas
dan tubuhnya sedikit
mengejang kaku. Kuraba
pangkal lengannya hingga ke
siku dan dengan sedikit
tekanan kuusahakan untuk
meluruskannya sikunya yang
secara otomatis menarik kaos
yang dipegangnya ikut turun
ke bawah dan dari belakang
pundaknya itu.
Kulihat dua buah gundukan
bukit yang tidak terlalu besar
tapi sangat menantang dan
pada bukit yang sebelah kanan
tampak tonjolannya yang
masih berwarna merah dadu
sedangkan yang sebelah kiri
tak terlihat. Kusedot kembali
urat lehernya dan ia menjerit
tertahan, “Aach… ach… ssshhh”,
tubuhnya pun kurasakan
semakin lemas oleh karena
semakin berat aku
menahannya.
Dengan tetap dalam dekapan,
kubimbing dr. Sandra menuju
ke ranjang yang ada dan
perlahan kurebahkan dia,
matanya masih terpejam
dengan guratan nikmat terhias
di senyum tipisnya, dan secara
refleks tangannya bergerak
menutupi buah dadanya.
Kubaringkan tubuhku sendiri di
sampingnya dengan tangan kiri
menyangga beban tubuh,
sedangkan tangan kanan
mengusap lembut alis matanya
terus turun ke pangkal hidung,
mengitari bibir terus turun ke
bawah dagu dan berakhir di
ujung liang telinganya.
Senyum tipis terus menghias
wajahnya dan berakhir dengan
desahan halus disertai
terbukanya bibir ranum itu.
“Ssshhh… acchh…”
Kusentuhkan bibirku sendiri ke
bibirnya dan segera kami saling
berpagutan penuh nafsu.
Kuteroboskan lidahku
memasuki mulut dan mencari
lidahnya untuk saling
bergesekan kemudian
kugesekan lidahku ke langit-
langit mulutnya, sementara
tangan kananku kembali
menelusuri lekuk wajahnya,
leher dan terus turun
menyusuri lembah bukit,
kudorong tangan kanannya ke
bawah dan kukitari putingnya
yang menonjol itu. Lima sampai
tujuh kali putaran dan
putingnya semakin mengeras.
Kulepaskan ciumanku dan
kualihkan ke dagunya. Sandra
memberikan leher bagian
depannya dan kusapu lehernya
dengan lidahku terus turun dan
menyusuri tulang dadanya
perlahan kutarik tangannya
yang kiri yang masih menutupi
bukitnya. Tampak kini dengan
jelas kedua puting susunya
masih berwarna merah dadu
tapi yang kiri masih tenggelam
dalam gundukan bukit. Feeling-
ku, belum pernah ada yang
menyentuh itu sebelumnya.
Kujilat tepat di area puting
kirinya yang masih terpendam
malu itu pada jilatan yang
kelima atau keenam, aku lupa.
Puting itu mulai menampakkan
dirinya dengan malu-malu dan
segera kutangkap dengan lidah
dan kutekankan di gigi bagian
atas, “Ach… ach… ach…” suara
desisnya semakin menjadi dan
kali ini tangannya juga mulai
aktif memberikan perlawanan
dengan mengusap rambut dan
punggungku. Sambil terus
memainkan kedua buah
payudaranya tanganku mulai
menjelajah area yang baru
turun ke bawah melalui jalur
tengah terus dan terus
menembus batas atas celana
panjangnya sedikit tekanan dan
kembali meluncur ke bawah
menerobos karet celana
dalamnya perlahan turun
sedikit dan segera tersentuh
bulu-bulu yang sedikit lebih
kasar. “Eeehhhm… ech…” tidak
diteruskan tapi bergerak
kembali naik menyusuri lipatan
celana panjangnya dan sampai
pada area pinggulnya dan
segera kutekan dengan agak
keras dan mantap, “Ach…”
pekiknya kecil pendek seraya
bergerak sedikit liar dan
mengangkat pantat dan
pinggulnya.
Segera kutekan kembali lagi
pinggul ini tapi kali ini
kulakukan keduanya kanan dan
kiri dan, “Fran… ugh…”
teriaknya tertahan. Aku kaget
juga, itu kan artinya Sandra
sadar siapa yang
mencumbunya dan itu juga
berarti dia memang
memberikan kesempatan itu
untukku. Matanya masih
terpejam hanya-hanya kadang
terbuka. Kutarik restleting
celananya dan kutarik celana itu
turun. Mudah, oleh karena
Sandra memang
menginginkannya juga,
sehingga gerakan yang
dilakukannya sangat
membantu. Tungkainya sangat
proporsional, kencang, putih
mulus, tentu dia merawatnya
dengan baik juga oleh karena
dia juga kan berasal dari
keluarga kaya, kalau tidak salah
bapaknya salah satu pejabat
tinggi di bea cukai. Kuraba paha
bagian dalamnya turun ke
bawah betis, terus turun hingga
punggung kaki dan secara tak
terduga Sandra meronta dan
terduduk, dengan nafas
memburu dan tersengal-sengal,
“Fran…” desisnya tertelan oleh
nafasnya yang masih
memburu.
Kemudian ia mulai membuka
kancing bajuku sedikit tergesa
dan kubantunya lalu ia mulai
mengecup dadaku yang bidang
seraya tangannya bergerak
aktif menarik retsleting
celanaku dan menariknya lepas.
Langsung saja aku berdiri dan
melepaskan seluruh bajuku dan
kuterjang Sandra sehingga ia
rebah kembali dan kujilat mulai
dari perutnya. Sementara
tangannya ikut mengimbangi
dengan mengusap rambutku,
ketika aku sampai di
selangkangannya kulihat ia
memakai celana berwarna dadu
dan terlihat belahan tengahnya
yang sedikit cekung sementara
pinggirnya menonjol keluar
mirip pematang sawah dan ada
sedikit noda basah di
tengahnya tidak terlalu luas,
ada sedikit bulu hitam yang
mengintip keluar dari balik
celananya. Kurapatkan
tungkainya lalu kutarik celana
dalamnya dan kembali
kurentangkan kakinya seraya
aku juga melepas celanaku. Kini
kami sama berbugil,
kemaluanku tegang sekali dan
cukup besar untuk ukuranku.
Sementara Sandra sudah
mengangkang lebar tapi labia
mayoranya masih tertutup
rapat. Kucoba membukanya
dengan jari-jari tangan kiriku
dan tampak sebuah lubang kecil
sebesar kancing di tengahnya
diliputi oleh semacam daging
yang berwarna pucat demikian
juga dindingnya tampak
berwarna pucat walau lebih
merah dibandingkan dengan
bagian tengahnya. Gila,
rupanya masih perawan.
Tak lama kulihat segera keluar
cairan bening yang mengalir
dari lubang itu oleh karena
sudah tidak ada lagi hambatan
mekanik yang menghalanginya
untuk keluar dan banjir disertai
baunya yang khas makin terasa
tajam. Baru saat itu kujulurkan
lidahku untuk mengusapnya
perlahan dengan sedikit
tekanan. “Eehhh… ach… ach…
ehhh”, desahnya
berkepanjangan. Sementara
lidahku mencoba untuk
membersihkannya namun
banjir itu datang tak
tertahankan. Aku kembali naik
dan menindih tubuh Sandra,
sementara kemaluanku
menempel di selangkangannya
dan aku sudah tidak tahan lagi
kemudian aku mulai meremas
payudara kanannya yang
kenyal itu dengan kekuatan
lemah yang makin lama makin
kuat.
“Fran… ambilah…” bisiknya
tertahan seraya
menggoyangkan kepalanya ke
kanan dan ke kiri sementara
kakinya diangkat tinggi-tinggi.
Dengan tangan kanan
kuarahkan torpedoku untuk
menembak dengan tepat. Satu
kali gagal rasanya melejit ke
atas oleh karena licinnya cairan
yang membanjir itu, dua kali
masih gagal juga namun yang
ketiga rasanya aku berhasil
ketika tangan Sandra tiba-tiba
memegang erat kedua
pergelangan tanganku dengan
erat dan desisnya seperti
menahan sakit dengan bibir
bawah yang ia gigit sendiri.
Sementara batang
kejantananku rasanya mulai
memasuki liang yang sempit
dan membuka sesuatu
lembaran, sesaat kemudian
seluruh batang kemaluanku
sudah tertanam dalam liang
surganya dan kaki Sandra pun
sudah melingkari pinggangku
dengan erat dan menahanku
untuk bergerak. “Tunggu”,
pintanya ketika aku ingin
bergerak.
Beberapa saat kemudian aku
mulai bergerak mengocoknya
perlahan dan kaki Sandra pun
sudah turun, mulanya biasa
saja dan respon yang diberikan
juga masih minimal, sesaat
kemudian nafasnya kembali
mulai memburu dan butir-butir
keringat mulai tampak di
dadanya, rambutnya sudah
kusut basah makin mempesona
dan gerakan mengocokku mulai
kutingkatkan frekuensinya dan
Sandra pun mulai dapat
mengimbanginya.
Makin lama gerakan kami
semakin seirama. Tangannya
yang pada mulanya diletakkan
di dadaku kini bergerak naik
dan akhirnya mengusap kepala
dan punggungku. “Yach… ach…
eeehmm”, desisnya berirama
dan sesaat kemudian aku makin
merasakan liang senggamanya
makin sempit dan terasa makin
menjempit kuat, gerakan
tubuhnya makin liar.
Tangannya sudah meremas
bantal dan menarik kain sprei,
sementara keringatku mulai
menetes membasahi tubuhnya
namun yang kunikmati saat ini
adalah kenikmatan yang makin
meningkat dan luar biasa, lain
dari yang kurasakan selama ini
melalui masturbasi. Makin cepat,
cepat, cepat dan akhirnya kaki
Sandra kembali mengunci
punggungku dan menariknya
lebih ke dalam bersamaan
dengan pompaanku yang
terakhir dan kami terdiam,
sedetik kemudian..
“Eeeggghhh…” jeritannya
tertahan bersamaan dengan
mengalirnya cairan nikmat itu
menjalar di sepanjang
kemaluanku dan, “Crooot…
crooot”, memberikannya
kenikmatan yang luar biasa.
Sebaliknya bagi Sandra terasa
ada semprotan kuat di dalam
sana dan memberikan rasa
hangat yang mengalir dan
berputar serasa terus
menembus ke dalam tiada
berujung. Selesai sudah
pertempuran namun kekakuan
tubuhnya masih kurasakan,
demikian juga tubuhku masih
kaku.
Sesaat kemudian kuraih bantal
yang tersisa, kulipat jadi dua
dan kuletakkan kepalaku di situ
setelah sebelumnya bergeser
sedikit untuk memberinya
nafas agar beban tubuhku tidak
menindih paru-parunya namun
tetap tubuhku menindih
tubuhnya. Kulihat senyum
puasnya masih mengembang di
bibir mungilnya dan tubuhnya
terlihat mengkilap licin karena
keringat kami berdua.
“Fran… thank you”, sesaat
kemudian, “Ehmmm… Fran aku
boleh tanya?” bisiknya
perlahan.
“Ya”, sahutku sambil tersenyum
dan menyeka keringat yang
menempel di ujung hidungnya.
“Aku… gadis keberapa yang elu
tidurin?” tanyanya setelah
sempat terdiam sejenak. “Yang
pertama”, kataku
meyakinkannya, namun Sandra
mengerenyitkan alisnya.
“Sungguh?” tanyanya untuk
meyakinkan.
“Betul… keperawanan elu aku
ambil tapi perjakaku juga elu
yang ambil”, bisikku di
telinganya. Sandra tersenyum
manis.
“San, thank you juga”, itu kata-
kata terakhirku sebelum ia tidur
terlelap kelelahan dengan
senyum puas masih
tersungging di bibir mungilnya
dan batang kemaluanku juga
masih belum keluar tapi aku
juga ikut terlelap.
.
.
.
TAMAT
{cerita seks khusus dewasa}..

cerita seks khusus dewasa

Cerita Seks Anak SMA di Kelas Update Terbaru - Cerita Seks Terbaru Hari ini Kali ini Cerita Sex Anak Sekolah - Cerita Sex Abg Hot - Saya seorang gadis bersekolah di SMA * (edited by Yuri). Nama saya Shinta, saya anggota cheerleader PCT. Pada suatu hari, ada pertandingan basket antara anak * (edited by Yuri) melawan anak SMA 8 di sekolahku. Saya sebagai anggota tim cheerleader PCT, berpakaian minim, memberi support kepada tim sekolahku. Di tengah-tengah pertandingan, salah satu pemain cadangan tim SMA 8 tersenyum pada saya, dia bukannya melihat teman- temannya bermain, melainkan memandangiku terus. Ketika babak pertama usai, dia datang menghampiriku, dan kami berkenalan sebut saja namanya Indra. Cerita Seks Anak SMA di Kelas Update Terbaru - Setelah kami berkenalan, lalu kami bercakap- cakap sebentar di kantin SMA * (edited by Yuri). Setelah tidak berapa lama, tiba-tiba dia berbisik di telinga saya, katanya, "Kamu cantik sekali deh Shinta..", sambil matanya tertuju pada belahan dada saya. Muka saya langsung merah, kaget dan dadaku berdetak kencang. Tiba-tiba terdengar suara "Pritt...!", tanda bahwa babak ke-2 akan dimulai, saya langsung mengajaknya balik ke lapangan. Dalam perjalanan ke lapangan, kami melewati kelas-kelas kosong. Tiba- tiba dia menarik tanganku masuk ke dalam kelas 3 Fis 1, lalu dia langsung menutup pintu. Saya langsung bertanya padanya, " Ada apa Indra..., babak ke-2 sudah mau mulai nih..., kamu tidak takut dicariin pelatih kamu?". Dia tidak membalas pertanyaanku, melainkan langsung memelukku dari belakang, dan dia berbisik lagi padaku, "Badan kamu bagus sekali ya Shin..". Saya tidak bisa berbuat apa-apa selain berbalik badan dan menatap matanya serta tersenyum padanya. Dia langsung mencium bibirku dan saya yang belum pernah berciuman dengan cowok, tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Setelah kira-kira 5 menit bercumbu, mulai tangannya meraba dan meremas dadaku. Saya pasrah saja padanya, karena terus terang saya belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini. Tangannya masuk ke dalam baju cheers no.3-ku, dan mulai memainkan puting payudaraku, lalu dia menyingkapkan bajuku dan melepaskan rokku hingga saya tinggal mengenakan BH dan celana dalam saja. Lalu ia membuka baju basket dan celananya, sehingga ia hanya mengenakan celana dalam saja. Tampak jelas di depanku bahwa "penis"-nya sudah tegang di balik celana dalamnya. Ia memegang tanganku dan menuntun tanganku ke dalam celana dalamnya. Saya merasakan "penis"-nya yang besar dan tegang itu dan ia memintaku untuk meremas-remas penisnya. Ia memaksaku untuk membuka celana dalamnya, setelah saya membuka celana dalamnya, tampak jelas penisnya yang sudah ereksi. Besar juga pikirku, hampir sejengkal tanganku kira-kira panjangnya. Baru kali ini saya melihat kemaluan cowok secara langsung, biasanya saya hanya melihat dari film biru saja kalau saya diajak nonton oleh teman-teman dekatku. Ketika saya masih terpana melihat penisnya, dia melepas BH dan celana dalamku, tentu saja dengan sedikit bantuanku. Setelah ia menyingkirkan pakaian dalamku, badannya yang tinggi dan atletis layaknya sebagai seorang pemain basket itu, menindih badanku di atas meja kelas dan ia mulai menjilati puting payudaraku sampai saya benar-benar menggeliat keenakan, kurasakan basah pada bibir kemaluanku, saya baru tahu bahwa inilah yang akan terjadi padaku kalau saya benar-benar terangsang. Lalu tangannya yang kekar itu mulai meraba bibir kemaluanku dan mulai memainkan clitorisku sambil sesekali mencubitnya. Saya yang benar- benar terangsang tidak bisa berbuat apa-apa selain mendesah dan menggeliat di atas meja. Cukup lama ia memainkan tangannya di kemaluanku, lalu ia mulai menjilati bibir bagian bawah kemaluanku dengan nafsunya, tangan kanannya masih memainkan clitorisku. Tidak lama saya bertahan pada permainannya itu, kira-kira 5 menit kemudian, saya merasakan darahku naik ke ubun-ubun dan saya merasakan sesuatu kenikmatan yang sangat luar biasa, badanku meregang dan saya merasakan cairan hangat mengalir dari liang kemaluanku, Indra tanpa ragu menjilati cairan yang keluar sedikit demi sedikit itu dengan nafsunya sampai hanya air liurnya saja yang membasahi kemaluanku. Badanku terasa lemas sekali, lalu Indra duduk di pinggir meja dan memandangi wajahku yang sudah basah bermandikan keringat. Ia berkata padaku sambil tersenyum, "Kamu kelihatan capek banget ya Shin...". Saya hanya tersenyum. Dia mengambil baju basketnya dan mengelap cucuran keringat pada wajahku, saya benar-benar kagum padanya, "Baik banget nih cowo", pikirku. Seperti sudah mengerti, saya jongkok di hadapannya, lalu mulai mengelus-ngelus penisnya, sambil sesekali menjilati dan menciuminya, saya juga tidak tahu bagaimana saya bisa bereaksi seperti itu, yang ada di pikiranku hanya membalas perbuatannya padaku, dan cara yang kulakukan ini pernah kulihat dari salah satu film yang pernah kutonton. Indra hanya meregangkan badannya ke belakang sambil mengeluarkan suara-suara yang malah makin membuatku ingin memasukkan penisnya ke dalam mulutku, tidak berapa lama kemudian saya memegang pangkal kemaluannya itu dan mulai mengarahkannya masuk ke dalam mulutku, terasa benar ujung penisnya itu menyentuh dinding tenggorokanku ketika hampir semua bagian batang kemaluannya masuk ke dalam mulutku, lalu saya mulai memainkan penisnya di dalam mulutku, terasa benar kemaluanku mulai mengeluarkan cairan basah lagi, tanda kalau saya sudah benar- benar terangsang padanya. Kira-kira 5 menit saya melakukan oral seks pada Indra, tiba-tiba badan Indra yang sudah basah dengan keringat itu mulai bergoyang- goyang keras sambil ia berkata, "aarghh..., Saya udah gak tahan lagi nih Shin..., Saya mau keluarr...". Saya yang tidak benar-benar memerhatikan omongannya itu masih saja terus memainkan penisnya, sampai kurasakan cairan hangat kental putih dan agak asin keluar dari lubang kemaluan Indra, saya langsung mengeluarkan penisnya itu dan seperti kesetanan, saya malah menelan cairan spermanya, dan malah menghisap penisnya sampai cairan spermanya benar-benar habis. Saya duduk sebentar di bangku kelas, dan kuperhatikan Indra yang tiduran di meja sambil mencoba memelankan irama nafasnya yang terengah- engah. Saya hanya tersenyum padanya, lalu Indra bangun dan menghampiriku, Dia juga hanya tersenyum padaku. Cukup lama kami berpandangan dengan keadaan bugil dan basah berkeringat. "Kamu cantik dan baik banget Shin", katanya tiba-tiba. Saya hanya tertawa kecil dan mulai mencium bibirnya. Indra membalas dengan nafsu sambil memasukkan tangannya ke dalam lubang kemaluanku. Cukup lama kami bercumbu, lalu ia berkata, "Shin..., boleh nggak Saya emm..., itumu...". "Itu apa Ndra?", tanya saya. "Itu..., masa kamu gak tahu sih?", balasnya lagi. sebelun saya menjawab, saya merasakan kepala batang kemaluannya sudah menyentuh bibir kemaluanku. "Crestt.., creest", terasa ada yang robek dalam kemaluanku dan sedikit darah keluar. Kemudian Indra berkata, "Shin kamu ternyata masih perawan!", saya hanya bisa tersenyum dan merasakan sedikit perih di kemaluanku terasa agak serat waktu setengah kemaluannya masuk ke vaginaku. Digerak-gerakan perlahan batang kemaluannya yang besar tapi setelah agak lama entah mengapa rasa sakit itu hilang dan yang ada hanya ada rasa geli, nikmat dan nikmat ketika Indra menggoyangkan badannya maju mundur pelan-pelan saya tidak tahan lagi seraya mendesah kecil keenakan. Kemudian semakin cepat saja Indra memainkan jurusnya yang maju mundur sesekali menggoyangnya ke kiri ke kanan, dan dipuntir-puntir putingku yang pink yang semakin membuatku menggelepar-gelepar seperti ikan yang dilempar ke daratan. Keringat sudah membasahi badan kita berdua. Saya sadari kalau saat itu tindakan kita berdua bisa saja dipergoki orang, tapi saya rasa kemungkinanya kecil karena kelas itu agak terpencil. "Ahh..., ahh..., ahh", saya mendesah dengan suara kecil karena takut kedengaran orang lain. Kulihat wajah Indra yang menutup matanya dan terenggah- engah nafasnya. Cukup lama juga Indra bermain denganku, memang benar kata orang kalau atlet itu kuat dalam bersenggama. "Ahh..., aww..., aww", geli dalam lubang kemaluanku tidak tertahankan. Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang lain yang belum pernah kurasakan, cairan hangat kurasakan keluar dari dalam vaginaku. Oh, itu mungkin yang kata orang orgasme pikirku. Badanku terasa rileks sekali dan mengejang. Mulutku ditutup oleh Indra mungkin ia takut kalau saya mendesah terlalu keras. Meja kelas yang agak tua itu bergoyang-goyang karena ulah kita berdua. Saya masih merasakan bagaimana Indra berusaha untuk mencapai puncak orgasmenya, lalu ia duduk di bangku dan menyuruhku untuk duduk di kemaluannya. Saya menurut saja dan pelan-pelan saya duduk di kemaluannya. Indra memegang pinggulku dan menaik-turunkan diriku. Saya belum pernah saya merasakan kenikmatan yang seperti ini. Saya mendesah-desah dan Indra semakin semangat menaik-turunkan diriku. Lalu badan Indra mengejang dan berkata, "Shin saya mau keluarr", sekarang malah giliranku yang semangat memacu gerakan tubuhku agar Indra bisa juga mencapai klimaksnya, tapi lama Indra mengeluarkan penisnya dan terdengar ia mendesah panjang, "Ahh Shin..., Saya keluar". Kulihat air maninya berceceran di lantai dan sebagian ada yang di meja. Lalu kami berdua duduk lemas dengan saling berpandangan. Ia berkata, "Kamu nyesel yah Shin?", saya menggeleng sambil berkata, "Nggak kok Ndra..., sekalian buat pengalaman bagiku." Saya teringat kalau orang-orang di luar kelas sangat banyak yang menonton pertandingan, lalu saya buru-buru mengenakan pakaian dan menyuruh Indra juga untuk memasang pakaiannya. Sebelum keluar dia bertanya padaku, "Shin kapan kita bisa 'begituan' lagi?", dan saya menjawab "Terserah kamu Ndra". "Tapi nanti setelah pertandingan selesai kamu tunggu Saya yah di pintu gerbang lalu nanti kita jalan jalan..", Ia tersenyum dan mengangguk lalu kami berdua keluar kelas dan sengaja berpisah.{cerita seks khusus dewasa}..