Kehidupan itu ada pasang surutnya, ketika saya sedang jaya, saya mempunyai client yang lumayan banyak untuk ukuran AE pemula di sebuah advertising.
Dan dengan ketekunan saya, perusahaan tempat saya bekerja mengalami kemajuan
pesat hingga mencapai Top 5 billing di semua stasiun TV. Dan kemudian bencana datang, Perusahaan tersebut bangkrut karena miss management.
Ditengah kesusahan datanglah tawaran dari Nancy, junior saya yang telah
pindah ke Gokil Advertising, dan mengenalkan saya dengan Ibu Susan, pemilik
perusahaan tersebut. Ibu Susan dipertengahan abad usianya, masih mempunyai tubuh yang terawat
dengan baik, body-nya tidak kalah dengan gadis-gadis yang masih muda yang
menjadi anak buahnya di Gokil Advertising.
Karena prestasi kerja saya yang baik, kami sering mengadakan meeting after
hours, dan progress kerja saya yang baik, membuat kami cukup akrab..tapi
pada suatu malam ada kejadian yang benar-benar mengubah hidup saya! Begini
anak-anak ceritanya..
Suatu malam, ketika karyawan lain telah pulang, Saya tengah memaparkarkan pendekatan saya terhadap satu perusahaan rokok
terkemuka, dan kemudian tiba-tiba Ibu Susan berkata,
"Waduh, kog punggungku gatal ya?"
Saya masih berusaha menahan diri untuk tidak terlalu cepat menolongnya,
takut nanti dianggap kurang ajar!
Semakin lama gatalnya sepertinya semakin bertambah,
"Tolong Dik Uki, bisa garuki punggung Ibu?"
Saya mengangguk dan berusaha membuang pikiran kotor saya, yang ingin sekali
rasanya mengetahui lebih dalam bentuk tubuh boss yang cantik dan keturunan
bangsawan ini..
Saya garuk pelan-pelan, tapi lebih tepatnya hanya mengusap-usap punggungnya
saja, takut kalau Ibu Susan kesakitan.
"Dik Uki, agak keras dikit, masih gatal lho Dik", pinta Ibu Susan.
Dan saya agak sedikit memantapkan tangan saya dipungungnya.
"Dik Uki, masih belum terasa, sebentar saya buka dulu blazer saya."
Dia langsung membuka blazernya, sehingga tinggalblouse-nya yang putih
dan transparan. Waduh semakin tidak tahan nih saya, karena kulit tengkuknya
yang mulus dengan sedikit rambut lembut yang tergerai di tengkuknya (Dia kalau ke kantor
selalu rambutnya disanggul di atas), semakin menambah feminin, dan semakin
membikin saya langsung terangsang.
Saya menggaruknya tetap tidak mau keras dan masih cenderung mengusap atau
membelai punggungnya, karena saya menikmati kehalusan kulit seorang bangsawan
yang berada dibalik bajunya yang tipis. Saya usap seluruh punggungnya dengan
pelan, ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan, terkadang tangan saya,
saya telusupkan di bawah ketiaknya, untuk menggapai payudara yang di depan.
Dia menengadahkan kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepalanya ke
kiri dan ke kanan, sambil suaranya mendesah,
"Uuhh enak Dik Uki.. enaakk..uuhh.."
Mendengar desahannya yang merangsang, rudalku langsung tegak bak tugu Monas.
Sekujur tubuhku mulai menggigil dan seperti dialiri setrum listrik yang
halus merambat di sekujur tubuh dan terpusat di kemaluanku. Tenggorokanku
terasa kering, dan susah bicara, karena nafsuku yang langsung menggebu.
Baru kali ini saya bisa menikmati tubuh seorang bangsawan yang bersih,
terhormat dan sangat terjaga dari tangan laki-laki lain, selain suaminya.
Karena Dia duduk membelakangiku yang berdiri sambil memijit-mijit
punggungnya, batang kemaluanku langsung kutempelkan di punggungnya yang
lembut seperti sutera. Kugesek-gesekkan batang kemaluanku ke punggungnya
dengan pelan. Dan Dia berkali-kali melenguh,
"Uughh, enachh Dik, enaak, terus Dik."
Dia membimbing tanganku untuk mengusap dua gunung kembar yang
kencang dan kenyal. Kuusap payudaranya dengan lembut, kucium tengkuknya
dengan lembut, dan kugesekkan batang kemaluanku ke pungungnya dengan lembut.
Aku sangat tahu, kalau melayani tipe wanita seperti Dia ini harus
dengan lembut dan dengan menggunakan perasaan.
Kucium tengkuknya dengan lembut, Dia sekali lagi menengadahkan kepalanya
ke atas, matanya sambil terpejam, dan bibirnya yang tipis terbuka sedikit,
dan mulutnya hanya bergumam, "Emm." Aku tahu itu artinya dia sangat menikmati.
Tanganku, kuusapkan dengan lembut di sekeliling payudaranya, dan kulingkari
masing-masing payudaranya dengan kedua tanganku, sengaja aku tidak sentuhkan
tanganku ke pentilnya, untuk memberikan sensasi yang sangat halus dan perlahan.
Beberapa kali tanganku mengitari sekeliling payudaranya, kemudian perlahan-lahan
tanganku kutarik untuk mengusap pipinya. Kutengadahkan wajahnya, dan kucium
keningnya dengat lembut sekali. Aku bisa rasakan kelembutan nafasnya di
wajahku, bibirnya yang tipis masih mengeluarkan gumaman yang lembut,
"Dik Uki.. emm.. eemm.."
Dengan perlahan aku membalikkan badan Dia ke arahku, dengan cara memutar
kursinya, dan saya membimbing dia untuk berdiri dengan perlahan, kini aku
dan Dia sudah berhadapan, sama-sama berdiri, dadaku menempel ke dadanya,
dan aku bisa merasakan kekenyalan susunya, dan saya membayangkan betapa indahnya bukit kembarnya.
Tanganku kudekapkan ke pinggangnya, dan telapak tanganku kuusapkan ke pantatnya
yang juga sangat indah dan kencang. Tangannya memegang pundakku
dengan lembut, kepalanya sudah menengadah ke atas, dan tatapan matanya..
waduh, jernih dan indah menatap mataku tanpa berkedip. Kusentuh bibirnya
dengan lembut, kuusapkan perlahan bibirku ke bibirnya. Dia memberikan
reaksi dengan mengencangkan dekapannya ke pundakku dan dadanya ditempelkan
lekat ke dadaku, tanganku kudekapkan semakin erat ke pantatnya dan agak
kutarik ke atas pantatnya, sehingga kakinya agak diangkat ke atas. Waduh
ciumannya sangat lembut, perlahan-lahan kuusapkan lidahku ke lidahnya, dia
memberikan reaksi yang sama, menyapukan lidahnya ke seluruh mulutku. Tanganku
mulai mengusap-usap punggungnya naik turun dengan lembut. Aku menikmati sekali
kehalusan kulit punggungnya.
Setelah aku puas menciumi bibir, wajah dan pipinya, ciumanku perlahan-lahan
kuarahkan ke lehernya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri
dan ke kanan, matanya masih terpejam menikmati, nafasnya agak memburu, dan
mulutnya masih bergumam,
"Mmm.. uhh.."
Ciumanku mulai bergeser ke bawah, ke belahan dadanya. Kancing blousenya yang di depan dengan mudah kubuka
satu persatu, sehingga tersingkap sudah BH hitam yang menyangga dua buah
payudaranya yang padat, bulat, kenyal, bersih dan ranum. Kuciumi lehernya
dengan sangat lembut, ke pundaknya, bergesar turun ke sebelah atas payudara
yang tidak ditutup BH. Dia semakin menengadahkan kepalanya, punggungnya
juga semakin melengkung ke belakang, kedua tangannya memegang kepala saya
dan sedikit meremas rambut saya, tandanya semakin menikmati gaya permainanku.
Kedua tanganku memegangi dibawah kedua ketiaknya, biar Dia tidak
terjerembab ke belakang, tapi bibirku masih mengusap daerah leher dan di atas payudara.
Aku sengaja memperlama untuk menyentuh payudaranya, apalagi pentilnya.
"Diik..Ukii.. uugghh.. sstt", sambil mulutnya berdesis kenikmatan.
Blousenya yang masih menempel di pundaknya perlahan-lahan kulepaskan, sehingga
pemandangan kemulusan dan kemolekan tubuh Dia terpampang jelas di
hadapanku, dan terkena sinar lampu down light kekuningan yang berada di
langit-langit tepat di atas kami berdua, menambah romantisnya suasana malam
itu yang tidak akan pernah kulupakan. Sekali lagi tanganku kugunakan meremas
sebelah pinggir dari payudaranya, dan tampak bahwa payudaranya sudah mulai
mengeras.
Tanganku mengusap punggungnya dengan perlahan sambil membuka tali BH yang
ada di punggungnya. "Click" sekali jentik langsung terbuka pengait BH-nya.
dengan pelan kuturunkan tali BH yang ada di pundaknya, akhirnya BH-nya kulepas.
Woow, terlihat pemandangan indah sekali, dua gunung kembar yang kuning dan
bersih dengan puncaknya yang kecil yang sudah berdiri tegak. Aku sudah sangat
terangsang tapi aku tidak boleh gegabah. Kuusap payudaranya dari sebeleh
bawah dengan tangan kananku, tangan kiriku masih mendekap punggungnya untuk
menjaga agar Dia tidak terjatuh, dan kucium payudaranya, berkeliling
mengitari pentilnya, dan tangan kananku masih mengusap-usap sebelah luar
payudara, tapi dengan gaya agak memeras. Kedua tangan Dia memegang erat pundakku tanda sudah semakin gemes, untuk dicium pentilnya.
Karena aku sudah merasa waktunya tepat, maka dengan lembut kukulum pentilnya.
Dan reaksinya,
"Aaaughh, uuhh..ss.. uuhh",
Dia melenguh-lenguh dan mendesis-desis keenakan, seakan-akan yang dinantikannya telah tiba.
Meskipun kondisinya sangat terangsang, tapi lenguhan itu tetap lembut dan
terdengar lirih. Kukulum pentilnya, kugesek-gesek pentilnya dengan lidahku,
dan kugigit lembut pentilnya, tanganku tetap meremas-remas lembut payudaranya.
Setelah aku puas mempermainkan pentilnya kiri dan kanan bergantian, kulepaskan
bibirku dari susunya, dan kugeserkan mulutku ke bawah ke seputar perutnya
yang datar dan mengeluarkan aroma parfum yang lembut dan semerbak.
Ketika mulutku terlepas dari susunya, Dia kelihatan menghela napas lega dan
baru bisa bernafas dengan tenang. Aku menciumi perutnya dengan agak sedikit
jongkok. Kucium pusarnya, dan kujilati pusarnya dengan lidahku. Dia
menggelinjang kegelian. Karena terlalu lama berdiri atau karena sudah sangat
terangsang, Dia sudah tidak kuat berdiri dan dia bergeser ke belakang
duduk di meja kerjanya. Aku berdiri dengan kedua lututku dan aku tetap jilati
pusarnya dan perutnya. Dia menggelinjang kegelian, dan mengusap-usap
rambut kepalaku dengan tidak beraturan, terkadang meremas, menjambak dan
mengusap rambutku. Sehingga rambutku sangat kacau.
Puas dengan permainan perut, Dia kurebahkan di meja kerjanya. Untungya
meja kerja Dia cukup besar. Kupelorotkan rok bawahannya, sekaligus
dengan CD-nya. Sekarang tampak di hadapanku seorang putri yang kuning, bersih,
dengan kaki dan betis yang aduhai indah, terbujur pasrah di hadapanku.
Kunikmati tubuh Dia sebentar, karena selama ini aku hanya bisa membayangkan
keindahan tubuhnya, tanpa berharap untuk dapat memandangnya. Tapi ternyata
malam ini apa yang kudapatkan jauh dari yang kubayangkan. Seorang wanita
dengan tubuh montok dan kuning mulus, dengan kaki dan betis ramping. Dua
buah dada yang tidak terlalu besar, tapi bulat, padat dan kencang, sehingga
cocok dengan kesan payudara seorang putri. Bentuk lengan dan bahu yang padat
bulat dan berisi.
Dia telentang di atas meja di hadapanku, aku masih berdiri. Aku mencium
pipinya sekali lagi dengan lembut, kuusap payudaranya dengan lembut. Kedua
tangan Dia merangkul leherku dengan erat. Kedua kakinya bergerak-gerak
dengan halus pertanda sangat terangsang. Perlahan-lahan tanganku kugerakan
dari susunya turun ke perutnya. Kuusap sebentar perutnya dan bergerak turun
ke bawah mengusap pahanya. Paha yang selama ini hanya bisa kupandang. Aku
usap pahanya naik turun dengan tetap mulut kami masih saling memagut.
Erangan-erangan kecil keluar dari mulut Dia,
"Ugh.. ugh.. emm.. emm.."
Tanganku bergerak dari sekitar pahanya terus mengusap sekitar bibir kemaluannya.
Dengan perlahan kedua kaki Dia mengembang, memberi kesempatan tanganku
untuk mengelus kemaluannya. Tetapi kemaluannya belum kuelus, hanya kedua
selangkangan saja yang aku belai dengan kedua jari telunjuk dan jari manis
bersama-sama. Kuelus selangkangannya naik turun, dan Dia menambah
kecepatan gerakan kakinya. Dengan pelan Dia mengangkat pantatnya,
sehingga kemaluannya juga ikut naik. Aku tahu ini pertanda agar aku dapat
segera mengelus kemaluannya. Kuusap pelan dan dengan jarak sentuhan yang
kubuat serenggang mungkin antara bibir kemaluannya dan telapak tanganku,
membuat gelinjang Dia menaikkan kemaluannya untuk menyentuh tanganku
semakin tinggi.
Kubelai rambut kemaluannya yang lembut, tipis dan tertata rapi. Setelah
puas memainkan sekitar kemaluannya, dan liang kemaluan Dia sudah semakin
terbuka dan semakin basah. Kusentuh klitorisnya dengan sedikit ujung dari
jari tengahku dengan lembut dan.. "Uuhhgh", lenguhan Susan kenikmatan.
Gerakan kakinya sudah semakin tidak teratur. Tiba-tiba tanganku dijepit
dengan kedua pahanya.
"Diik Ukii.. aakkuu.. nggakk.. taahh.."
Kemudian tangannya menarik punggungku sebagai bertanda agar aku segera menaiki
tubuhnya. Kutarik kedua kakinya ke arah pinggir meja, sehingga kedua kakinya terjuntai,
kemudian Dia membuka kedua selangkangannya dengan tidak sabar. Aku
sempat memandangi kemaluannya, dan seakan liang kemaluannya merah seperti
bibir gadis yang memakai lipstik yang sedang merengek.
Kugesekkan batang kemaluanku pelan-pelan ke bibir kemaluannya, dan Dia
mengerang lagi,
"Uugghh.. uughhg.."
Kumasukkan dengan pelan batang kemaluanku ke liang kemaluannya. Belum sampai habis masuk semua, kutarik kembali dan
kumasukkan kembali. Dengan gesekan-gesekan yang pelan tersebut membuat erangan Dia semakin tidak beraturan.
Untuk melayani tipe seperti Dia ini, kugunakan gaya gesekan 5:1, artinya
lima kali keluar masuk setengah batang kemaluan, baru sekali masuk seluruh
batang kemaluan. Dan pada saat masuk yang seluruh batang kemaluan, erangan
Dia semakin hebat. Dengan gaya lembut dan 5:1 ini kami bisa saling
menikmati.
"Uuugghh.. acchh.. Diikk.. Ukii.. ucchh.. sstt.. uhh.."
Erangan erangan yang tidak beraturan tetapi artinya hanya satu yaitu Enak.
Sambil kugenjot pelan batang kemaluanku, kedua tanganku dengan leluasa meremas
kedua susunya, yang bergerak-gerak naik turun tergantung sodokanku.
Kadang-kadang tanganku mengusap wajah dan pipinya, kadang-kadang mengusap perutnya.
Setelah cukup lama aku melakukan genjotan 5:1, tiba tiba kedua paha Ibu
Susan diangkat dan dililitkan ke pinggangku. Kedua tangannya mendekap diriku,
mulutnya sedikit menganga dan mendesis..
"Diikk..Uuu..Ki.. saa..yaa saampaaii.. uuhhff."
Kupegangi pinggangnya untuk menekan liang kemaluannya ke batang kemaluanku. Setelah Dia selesai mengejang
an nafasnya tersengal-sengal, aku mulai lagi dengan genjotan, tetap dengan gaya 5:1.
Dia melenguh, "Uuff.. uff.. uuff.. Dik Uki beluumm yaa. Ayo donk.. uff.. uff jangan ditahaan.. uuff.. ugh.."
"Sebentar Bu!" kataku.
"Dik.. uhff, ceepetan dikit.. Dik.. ughf.. uhfgg.. aa.. ku mau uhgf uff uff.. keeluar.. laa.. ggii.."
"Sebentar Bu, aku juga sudah.. mma.. uu.. saammpai.."
Tiba-tiba ada aliran listrik menjalar dari ubun-ubun turun ke arah kemaluanku dan semakin-lama semakin mengencang. Batang kemaluanku seakan balon yang ditiup dan mau pecah.
"Aachghh.. accghh.. Buu.. Sussann.. aku mmau keluarr.."
Dia memegang erat tubuhku dan
"Crret.. crrett.." keluar semua cairan yang ada di seluruh tubuhku dan "Aaachh.."
Kami berdua terkulai lemas dengan badan penuh keringat dan nafas terengah-engah.
"Dik Uki, makasih ya Dik, kamu telah memberi saluran yang selama ini tersumbat."
Aku sangat puas malam itu, karena aku tidak dapat membayangkan, ternyata
aku bisa menikmati tubuh seorang wanita terhormat, yang selama ini orang
luar sangat menghormatinya, tapi ternyata malam ini dia begitu pasrah
menyerahkan tubuhnya kepadaku.
Jam telah menujukkan pukul 22.00 ketika permainan kami usai, dan kami berdua
segera masuk ke toilet untuk membersihkan dan merapikan badan kami masing-masing.
Dan sebelum pulang aku mendapat tugas baru dari Dia, yaitu membantu membersihkan cairan yang membasahi meja kerja Dia, dan membantu merapikannya. Sambil merapikan mejanya aku berbisik ke telinga Dia,
"Bu meja ini dirapikan ya.. karena besok malam mau dipakai lagi",
Dia hanya tersenyum dan mencubit mesra lenganku.
Hal tersebut kuulangi setiap ada kesempatan, baik di kantor ataupun di hotel,
tapi rahasia tersebut tidak terbongkar dan kami saling menjaga rahasia.
Dan kalau pagi hari, Dia kembali memerankan perannya sebagai atasan
yang berwibawa, profesional, tetapi kalau malam, melenguh-lenguh dan
menggelinjang-gelinjang di bawah selangkanganku.
Untuk lebih mengakrabkan hubungan kerja di kantor, teman-teman kantor
mengadakan acara pergi bersama ke tempat santai, yaitu di daerah pegunungan yang berhawa
dingin. Semua teman-teman kantor pada ikut, tidak terkecuali Dia.
Namun aturannya, bahwa semua karyawan dan karyawati harus ikut dan tidak
boleh bawa pacar, biar lebih bebas (pada saat itu kami semua belum berkeluarga,
kecuali Dia tentunya). Hanya Dia saja yang diperkecualikan untuk
membawa keluarga (dalam hati aku sangat kecewa, karena tidak bisa bebas
mendekati Dia, karena takut ada suaminya).
Pada hari Jum'at sore, setelah selesai tutup kantor, kita semua sudah berkumpul
di kantor untuk berangkat ke Puncak. Semua yang berangkat ada 17 orang
cowok-cewek termasuk aku, dan Dia bersama suaminya dengan membawa
2 anak kecil, yang ternyata keponakan Dia. Dalam hatiku kejengkelan
bertumpuk, karena Dia sudah bawa suami, tambah keponakan lagi, wuaahh
repot, pikirku saat itu. Untuk membawa ke Puncak, sudah dipersiapkan tiga mobil Panther yang dipakai
oleh karyawan dan satu Kijang yang dipakai oleh keluarga Dia, masing-masing
mobil sudah disediakan supir.
"Kalau 3 mobil nggak cukup, satu orang boleh dech ikut saya, atau biar Dik Uki saja yang ikut mobil saya", kata Dia kepada teman-teman, matanya sambil melihatku.
"Cerdik juga boss yang satu ini", pikirku, dan sangat halus sekali triknya.
Agar Dia tetap dekat denganku, tapi tidak terlalu mencolok, makanya pura-pura menawarkan tetapi langsung
menutup penawaran kepadaku.
"Ayo siapa yang ikut mobil Dia, biar aku yang di Panther aja", kataku pura-pura menawarkan kepada teman-teman, karena
aku tahu, pada tidak ada yang berani satu mobil dengan Dia, rata-rata
mereka pada sungkan.
"Udah dech, biar Uki aja yang ikut, sekali-kali kita kerjain, biar tahu rasa, gimana rasanya satu mobil dengan Dia, mungkin sampai di tempatnya UKi sudah tegang nggak bisa bergerak", kata Nancy temanku
sambil tertawa kecil mau mengerjai aku.
"Ya bener, sampai di tempat aku bisa tegang, tapi bukan tegang karena sungkan, tapi tegang karena nggak
tahan aja berdekatan dengan Dia", kataku dalam hati, dan yang tegang
hanya tertentu saja, tidak seluruh badan.
"Jangan aku dong, yang cewek aja", pintaku berpura-pura.
Tapi teman-temanku langsung lari berebut mobil masing-masing, an akhirnya aku jalan juga ke mobil Dia, dan sekali lagi pura-pura mengumpat mereka.
Suami Dia hanya senyum-senyum melihat kelakuan kami. Oh ya, aku belum
kenalin sama suami Dia. Namanya sebut saja Pak Jimmy, orangnya besar,
gagah dan ganteng (kata teman-teman cewek) dan agak pendiam. Wajahnya mirip
dengan Rudi Salam. Pak Jimmy duduk di jok depan dengan supir. Sedangkan Dia, kedua keponakan
yang masih kecil dan aku duduk di jok tengah. Jok belakang penuh dengan
perbekalan. Begitu aku duduk di mobil, pertama yang kulakukan adalah
mempelajari situasi mobil. Posisi kaca spion, dan posisi duduk supir dan posisi duduk
Pak Jimmy. Sekiranya memungkinkan untuk melakukan serangan awal terhadap
Dia. Dan ternyata masih memungkinkan kalau hanya sekedar serangan-serangan
ringan. Sorry agak kampungan sedikit melakukan serangan ringan di mobil,
habis kukira siapa pun akan sayang membiarkan tangan ini tidak bersinggungan
dengan kemulusan tubuh Dia yang memang sintal, padat dan berisi.
Di perjalanan, Pak Jimmy banyak membaca buku, jadi tidak banyak pembicaraan
kami dengan Pak Jimmy. Dia duduk di sebelah kanan, aku duduk di sebelah
kiri, dan kedua keponakan duduk di antara kami. Sehingga kami cukup leluasa
kalau hanya melakukan cubitan-cubitan kecil di pinggang Dia, kadang
sedikit elusan di pantatnya, maupun pinggangnya. Tapi sebaliknya, tangan
Dia terkadang juga memberikan cubitan halus di pinggangku. Dan setiap
kali aku dicubit, rudalku langsung sudah siap mencari sasaran (maklum usia
masih dalam taraf Pandangan Hidup!Baru memandang sudah hidup).
Setiap kali kusentuh pinggang atau pantatnya, kelihatan Dia agak menghela
nafas, dan wajahnya menunjukkan sedikit tegang. Memang kuakui kalau Ibu
Susan itu tegangan tinggi juga. Tidak ada yang istimewa yang perlu diceritakan
dalam perjalanan, karena jarak kantor kami dengan Puncak tidak lebih dari
50 km, sehingga perjalanan cukup ditempuh tidak lebih dari 40 menit.
Menjelang Maghrib kami semua sudah sampai di Hotel, setelah mandi dan istirahat
sebentar, malam kita gunakan untuk bercanda ria dan menikmati santap malam
Kambing Guling. Kami semua menikmati acara tersebut, kecuali Pak Jimmy.
Dengan alasan mengantuk, maka Pak Jimmy tidak ikut bersama-sama dengan kami.
Dia lebih suka makan di kamar dan akhirnya tertidur. Tinggallah kami semua
dan Dia bercanda ria.
Setelah selesai makan, kami berpencar berkelompok-kelompok. Ada yang bercerita
berkelompok, ada yang jalan-jalan menikmati malam, dan ada yang sekedar
memainkan gitar, dengan lagu-lagu tahun 70-an.
Dia memberi kode ke aku untuk mendekat, dan dia berbisik,
"Dik Uki, anterin saya jalan ya."
"Lha Pak Jimmy?" tanyaku terkejut.
"Udah dech, nggak usah pikirin Pak Jimmy, dia sudah tidur."
"Bu, Pak Jimmy bener sudah tidur?" tanyaku menyelidik.
"Ya begitulah suamiku, dia lebih suka menyendiri dan pasti dia sudah tidur",
kata Dia.
Kami berjalan berdua, dan kami saling membisu. Aku masih diliputi perasaan
takut kalau suaminya tahu, dan pikiranku terus berputar, kuajak kemana ibu
Susan ini.
"Kalau tahu kita berdua gini, gimana Bu", tanyaku memecah kebisuan.
"Dik Uki nggak usah takut, dia percaya kok sama kamu, dikirain kamu kan
masih kecil, masak mau ngapa-ngapain sama aku."
"Ya masih kecil, tapi si kecil ini kan sudah bisa gede, dan bisa membuat
anak kecil", jawabku menggoda.
Dia hanya terseyum dan mencubit pinggangku. Kutangkap tangannya dan
kutarik badannya, sehingga kami jalan berdekapan.
Aku berjalan di sebelah kiri Dia, sehingga tangan kananku dengan leluasa
mendekap pundak Dia, untuk melindungi dari hawa malam yang cukup dingin.
Kami berdua berjalan, aku tahu betul liku-liku jalan di Puncak ini, maka
kubawa Dia di tempat yang sangat aman. Kudekap badannya, kubelai-belai
punggungnya, sambil sesekali kucium telinganya. Perempuan cantik ini mendesah
mengeratkan dekapannya ke tubuhku.
Tangan kiriku mengusap-usap buah dadanya yang kenyal dan padat di balik
baju sweaternya, dan sedikit kuremas, sedangkan tangan kananku untuk meremas
pantatnya yang bundar dan padat. Ciumanku berkali-kali kudaratkan pada tengkuk
dan belakang telinganya. Turun ke pipi, dan akhirnya kami saling berhadapan
dan berdekapan. Kuciumi dengan halus pipinya, turun ke bibirnya. Kukulum
lidahnya, dan bibir kami saling berpadu. Nafas kami berdua sudah
mulai tidak beraturan.
Kedua tanganku kudekapkan erat di punggung Dia, tangan kiriku kugunakan
untuk mendekap pantatnya dan sedikit kutekan, sehingga kekenyalan batang
kemaluanku dapat dirasakan oleh kewanitaannya, dan aku mulai geser-geserkan
kemaluanku di kewanitaannya. Sedangkan tangan kananku kutelusupkan di bawah
sweaternya, untuk mengusap kulit punggungnya yang halus, lembut dan sudah
mulai hangat oleh birahi.
Udara malam semakin dingin, tetapi badan kami berdua sudah semakin panas.
Kami berdua sudah tidak tahan untuk tidak menyelesaikan permainan ini, karena
serangan-serangan awal sudah dimulai sejak tadi sore, ketika dalam perjalanan.
"Dik Uki kita cari tempat yang enak aja Dik", bisik Dia sambil mendesah
menahan birahi.
"Nanti kelamaan, Bu? gimana kalau Pak Jimmy bangun?"
"Dik Uki tenang saja, suamiku itu kalau tidur lama kok, dan nggak pernah
bangun, dan nanti seandainya bangun, gampang kok aku cari alasan."
"Oke dech Bu, yuk kita jalan."
Aku bimbing Dia ke arah hotel yang dekat. Aku tahu persis tempat di
sini yang nyaman buat bossku yang cantik. Hanya lima menit perjalanan kaki kami sudah sampai di hotel yang mungil,
tapi sangat bersih dan aman. Kami memesan kamar yang nyaman. Petugas receptionist
sepertinya mengerti benar kebutuhan kami. Tidak banyak pertanyaan dan langsung
mengantar ke kamar yang kami maksud.
Di dalam kamar, setelah pintu kami kunci, Dia langsung melepaskan
baju sweaternya. Sehingga tinggallah kaus singlet yang tipis dengan belahan
dada agak lebar. Dipadu dengan celana jeans ketat di bawah lutut, sehingga
pinggulnya kelihatan sangat bundar dan padat.
Kami berdua langsung berdekapan. Nafas kami berdua sudah memburu. Wajah
Dia agak menengadah, menunggu ciuman. Matanya sedikit terpejam dan
bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Kulumatkan bibir tipis yang sedikit
terbuka. Kuhisap lidahnya, kumainkan lidahnya dengan lidahku dan kueratkan
dekapanku di punggungnya.
Lama kami menikmati ciuman itu. Baru setelah aku puas menikmati bibir yang
tipis, kugeserkan mulutku turun ke lehernya. Aku sangat menikmati ciuman
di leher ini. Karena menurutku leher Dia itu sangat seksi. Lehernya
agak tinggi, dengan kulit yang mulus, dan padat berisi. Sehingga lidahku
menari-nari di lehernya.
"Uhf.. uuhh.. sstt, Diikk Uki, awaas hati-hatii, janggann sampai membekas.."
Nafas Mbak Tatik mulai tidak teratur. Dia ini kalau penampilan luar
sangat anggun dan tenang, tetapi kalau birahinya sudah mulai naik, dia bisa
sangat liar, meskipun tidak sampai teriak-teriak. Dan bossku ini memiliki
tegangan sangat tinggi. Baru disentuh sedikit saja, nafasnya sudah tidak
karuan.
"Mmeemm, jangan khawatirr.. Buu", jawabku menenangkan.
Ciumanku sudah mulai turun ke sebelah atas dari buah dadanya. Kuciumi ke
dua buah dadanya yang ranum, meskipun masih terhalang kaos dan BH. Dia
semakin menengadah, dan kepalanya mendongak ke belakang, dengan mata terpejam,
dan mulut masih bergumam.
"Emm.. uugghh.. Diikk Ukii.. uugghh.."
Kelihatannya Dia sudah mulai tak sabar, dia lepaskan sendiri singletnya,
kemudian BH-nya juga dilepaskan sendiri. Sehingga dengan jelas kedua bukit
bundar, kencang, dengan kedua putingnya yang bulat kecil berwarna coklat
yang sudah tegak. Kedua susunya bergoyang-goyang sebagai akibat goyangan
badannya yang mulai terangsang hebat. Tiba-tiba tangan kanannya memegang kemaluanku yang dari tadi sudah
tegak, dan meremasnya karena sudah gemes.
"Uuhh, mm.. janngan kenceng.. kenceng dong umm, Sakiitt..
mm", teriakku masih sambil menciumi perutnya.
"Sstt.. ggeemess kok.. Diik.. ugghh.."
Karena Dia sering menggerak-gerakkan badannya ke belakang, dan sering
mendongak, maka susunya terlihat bergoyang-goyang, tapi aku harus menahan
badannya dengan kuat supaya tidak jatuh ke belakang. Kuhela Dia dengan kedua
tanganku, dan Dia mendekapkan kedua tangannya di leherku, dia tersenyum
menggoda, kucium susunya, dan sekali lagi dia menggelinjang. Kutidurkan Dia dengan perlahan di atas ranjang. Dia masih memejamkan matanya. Kucium sekali lagi bibirnya, sambil kuusap pipinya dengan tangan
kananku. Aku masih menikmati bibirnya, tapi tanganku sudah mulai bergeser
ke lehernya, turun ke bawah, melingkari lingkaran luar susunya. Kuremas-remas
susunya dengan lembut. Dia semakin menggelinjang. Tangan kirinya mendekap
leherku, dan tangan kanannya menjambak-jambak rambutku. Kedua kakinya
bergerak-gerak tidak karuan di atas ranjang, membuat spreinya sudah tidak beraturan lagi.
Ciumanku kugeser ke leher, dan terus turun ke bawah, kulingkari kedua
payudaranya dengan ciumanku. Aku cium payudara kiri, sedangkan payudara yang sebelah
kanan tetap kuremas-remas dengan tangan kananku.
"Uuughh.. hh.. sstt.." desis Dia menahan rangsangan.
Kuhentikan ciumanku sebentar, karena aku mau melepaskan Jeans-nya. Gila, sepasang kaki indah
dibalik celana jeans mulai kelihatan. Kuturunkan perlahan-lahan celana
jeans-nya, dan akhrinya CD-nya juga kuturunkan sekalian. Nampaklah kemaluan Dia
yang padat berisi dengan belahan indah di tengahnya. Rambut halus dan hitam
pekat menghiasi kemaluannya, kontras dengan warna kulit kemaluannya yang
kuning langsat.
Aku kembali menciumi sekeliling pusarnya, dan kumainkan pusarnya dengan
lidahku, sementara tangan kananku membelai kedua pahanya, yang padat dan
mulus. Kuusap-usapkan dengan lembut kedua pahanya, dan selangkangannya.
Selangkangan yang kanan dengan jari manis, dan selangkangan kiri dengan
telunjuk, kuusapkan secara bersama-sama. Kulingkari sekitar kemaluannya
dengan jari-jariku. Aku selalu menghindari untuk menyentuh
klitorisnya sampai menunggu waktu yang tepat.
Kedua kakinya bergoyang-goyang tidak karuan, pinggulnya juga bergoyang-goyang
naik turun, minta klitorisnya disentuh, tapi aku tetap hanya menyentuh tepian
dari kemaluannya dengan lembut. Setelah puas menciumi pusarnya, kunaikkan
bibirku kembali menciumi lingkaran susunya, baru setelah puas, bibirku
kusentuhkan dengan pentilnya, bersamaan dengan jari tengahku menyentuh klitorisnya.
Menerima perlakuanku seperti itu, dia langsung menarik nafasnya lega, seakan
terpenuhi apa yang diharapkan selama ini, sampai melenguh,
"Uuugh nikmat Dikk Ukii.. uughh.. enakkghk sekali..hhnn sstt.."
Bersamaan dengan lenguhan tersebut, Dia mengeratkan dekapannya di
leherku, dan tanganku dicepitnya dengan kedua kakinya. Liang kemaluannya
telah sangat basah dan sudah sangat merekah, seakan-akan sudah menunggu
pisang yang akan dilahapnya.
Aku masih mengulum pentilnya bergantian kiri dan kanan, sementara ujung
jari tengah tangan kananku masih membelai-belai kitorisnya dengan lembut.
Dalam mengusap klitoris ini harus hati-hati, jangan sampai penuh dengan
tekanan, hal ini sangat disukai oleh Dia. Kedua kakinya sudah tidak
menjepit tangan kananku lagi, tetapi sudah telentang, sehingga liang
kemaluannya merekah dengan lebar, dan tanganku dengan leluasa mengusap klitorisnya dan
bibir kemaluannya.
"Uuughhff.. uugghh eff.. Diikk..Ukii.. eennaakk.. sekalii.. Diikk.. uugghff.."
Lenguhannya yang manja, dan merengek-rengek semakin menambah naiknya birahiku.
Aku terus mempermainkan ujung jari tengahku di klitorisnya, dan kurasakan
kewanitaannya semakin basah.
"Diik.. Ukii.. uugghff masukiin, Dik.. akuu sudaah tiidakk tahaan.. uugghhff.."
Rengeknya dengan memelas, kuhentikan ciumanku dan kuhentikan juga usapan di klitorisnya. Aku berdiri dengan kedua lututku di antara selangkangannya, kuletakkan kedua kaki Dia di pundakku,
dengan perlahan-lahan kuusapkan kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya.
Kelihatannya dia sudah tidak sabar untuk menerima batang kemaluanku di liang
kemaluannya, karena kedua tangannya memegang pantatku dan menekan pantatku
masuk ke lubang kemaluannya.
Kumasukkan perlahan-lahan batang kemaluanku memasuki laing kewanitaannya.
Mulai dari kepala terus perlahan akhirnya sampai mentok habis ke pangkalnya.
Dia sangat menikmati masukan pertama batang kemaluanku. Pada saat
batang kemaluanku memasuki lubang kewanitaannya dengan perlahan, dia sangat
menikmati dan mengerang dengan lenguhan yang tak berarti.
"Uuugghh.. uuhhgghh",
seakan-akan merasa sangat lega, bagaikan orang haus di padang pasir, diberi air es yang sangat dingin.
"Uugghh.. eehh.."
Kugeser-geserkan batang kemaluanku ke seluruh permukaan liang kemaluannya ke kiri dan ke kanan. Tetap dengan gaya yang khusus buat Dia, yaitu 5:1.
Pada saat 5 tusukan pertama, di mana hanya setengah batang kemaluan yang
masuk ke liang kemaluan, dia menikmati rangsangan yang ada sekeliling permukaan
liang kemaluan, maka dia hanya bergumam, "Eeemm eemm.. sstt.. eemm.."
namun pada saat 1 tusukan terakhir, di mana seluruh batang kemaluan masuk
ke dalam dan menyentuh dasar liang kemaluannya yang menikmatinya dan
mengencangkan jepitan lubang kemaluannya ke batang kemaluanku, kedua kakinya menjepit
leherku, dan kedua tangannya meremas sprei dengan kencang, dan semua badannya
kelihatan mengejang, dan keluar lenguhan berat dari mulutnya
"Uughh..uugghh.. ennaggk Diikk..Uki.. eennakgg.."
Kami terus gunakan gaya 5:1 ini berulang-ulang sampai akhirnya..
"Diikk.. Uki.. akuu suudahh tiidaak kuatt..akuumauu.. keeluuarr.."
"Seebenntarr.. Buu, aakuu.. juggaa mauu keleuaarr.." jawabku.
Dan untuk menjaga agar kami tetap keluar bersama, maka aku sedikit kencangkan
genjotanku ke liang kemaluannya, dan tiba-tiba.. liang kemaluan Dia
bergerak-gerak, menghisap batang kemaluanku. Nah ini yang kutunggu, hisapan
an sedotan liang kemaluannya sangat kuat di batang kemaluanku, dan tiba
-tiba..
"Diikk.. Ukii.. aakuu keluuarr.."
dan dalam waktu yang bersamaan, batang kemaluanku juga terasa mau jebol dan..
"Aauughh.. crreett.. creett.. creet",
tumpah semua cairan di tubuhku di liang kemaluannya,
dan liang kemaluannya masih bergerak-gerak menghisap batang kemaluanku dan
memberikan sensasi yang tidak dapat terlupakan.
Badan kami berdua lemas sekali dan berkeringat. Aku suka sekali melihat
badannya basah oleh keringat, menambah keseksian tubuhnya. Kami berdua
berdekapan sebentar, dan akhirnya bersiap-siap kembali ke teman-teman.
Semenjak saat itu tidak ada tempat yang tidak kami coba untuk jelajahi,
untuk melepas kerinduan kami "menjelajahi" tubuh masing-masing! Sampai
sekarang, saya telah menjadi salah seorang direktur dan mendapatkan saham yang cukup
lumayan! Hidup adalah seperti roda, saya telah mengalaminya!
sumber
Dan dengan ketekunan saya, perusahaan tempat saya bekerja mengalami kemajuan
pesat hingga mencapai Top 5 billing di semua stasiun TV. Dan kemudian bencana datang, Perusahaan tersebut bangkrut karena miss management.
Ditengah kesusahan datanglah tawaran dari Nancy, junior saya yang telah
pindah ke Gokil Advertising, dan mengenalkan saya dengan Ibu Susan, pemilik
perusahaan tersebut. Ibu Susan dipertengahan abad usianya, masih mempunyai tubuh yang terawat
dengan baik, body-nya tidak kalah dengan gadis-gadis yang masih muda yang
menjadi anak buahnya di Gokil Advertising.
Karena prestasi kerja saya yang baik, kami sering mengadakan meeting after
hours, dan progress kerja saya yang baik, membuat kami cukup akrab..tapi
pada suatu malam ada kejadian yang benar-benar mengubah hidup saya! Begini
anak-anak ceritanya..
Suatu malam, ketika karyawan lain telah pulang, Saya tengah memaparkarkan pendekatan saya terhadap satu perusahaan rokok
terkemuka, dan kemudian tiba-tiba Ibu Susan berkata,
"Waduh, kog punggungku gatal ya?"
Saya masih berusaha menahan diri untuk tidak terlalu cepat menolongnya,
takut nanti dianggap kurang ajar!
Semakin lama gatalnya sepertinya semakin bertambah,
"Tolong Dik Uki, bisa garuki punggung Ibu?"
Saya mengangguk dan berusaha membuang pikiran kotor saya, yang ingin sekali
rasanya mengetahui lebih dalam bentuk tubuh boss yang cantik dan keturunan
bangsawan ini..
Saya garuk pelan-pelan, tapi lebih tepatnya hanya mengusap-usap punggungnya
saja, takut kalau Ibu Susan kesakitan.
"Dik Uki, agak keras dikit, masih gatal lho Dik", pinta Ibu Susan.
Dan saya agak sedikit memantapkan tangan saya dipungungnya.
"Dik Uki, masih belum terasa, sebentar saya buka dulu blazer saya."
Dia langsung membuka blazernya, sehingga tinggalblouse-nya yang putih
dan transparan. Waduh semakin tidak tahan nih saya, karena kulit tengkuknya
yang mulus dengan sedikit rambut lembut yang tergerai di tengkuknya (Dia kalau ke kantor
selalu rambutnya disanggul di atas), semakin menambah feminin, dan semakin
membikin saya langsung terangsang.
Saya menggaruknya tetap tidak mau keras dan masih cenderung mengusap atau
membelai punggungnya, karena saya menikmati kehalusan kulit seorang bangsawan
yang berada dibalik bajunya yang tipis. Saya usap seluruh punggungnya dengan
pelan, ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan, terkadang tangan saya,
saya telusupkan di bawah ketiaknya, untuk menggapai payudara yang di depan.
Dia menengadahkan kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepalanya ke
kiri dan ke kanan, sambil suaranya mendesah,
"Uuhh enak Dik Uki.. enaakk..uuhh.."
Mendengar desahannya yang merangsang, rudalku langsung tegak bak tugu Monas.
Sekujur tubuhku mulai menggigil dan seperti dialiri setrum listrik yang
halus merambat di sekujur tubuh dan terpusat di kemaluanku. Tenggorokanku
terasa kering, dan susah bicara, karena nafsuku yang langsung menggebu.
Baru kali ini saya bisa menikmati tubuh seorang bangsawan yang bersih,
terhormat dan sangat terjaga dari tangan laki-laki lain, selain suaminya.
Karena Dia duduk membelakangiku yang berdiri sambil memijit-mijit
punggungnya, batang kemaluanku langsung kutempelkan di punggungnya yang
lembut seperti sutera. Kugesek-gesekkan batang kemaluanku ke punggungnya
dengan pelan. Dan Dia berkali-kali melenguh,
"Uughh, enachh Dik, enaak, terus Dik."
Dia membimbing tanganku untuk mengusap dua gunung kembar yang
kencang dan kenyal. Kuusap payudaranya dengan lembut, kucium tengkuknya
dengan lembut, dan kugesekkan batang kemaluanku ke pungungnya dengan lembut.
Aku sangat tahu, kalau melayani tipe wanita seperti Dia ini harus
dengan lembut dan dengan menggunakan perasaan.
Kucium tengkuknya dengan lembut, Dia sekali lagi menengadahkan kepalanya
ke atas, matanya sambil terpejam, dan bibirnya yang tipis terbuka sedikit,
dan mulutnya hanya bergumam, "Emm." Aku tahu itu artinya dia sangat menikmati.
Tanganku, kuusapkan dengan lembut di sekeliling payudaranya, dan kulingkari
masing-masing payudaranya dengan kedua tanganku, sengaja aku tidak sentuhkan
tanganku ke pentilnya, untuk memberikan sensasi yang sangat halus dan perlahan.
Beberapa kali tanganku mengitari sekeliling payudaranya, kemudian perlahan-lahan
tanganku kutarik untuk mengusap pipinya. Kutengadahkan wajahnya, dan kucium
keningnya dengat lembut sekali. Aku bisa rasakan kelembutan nafasnya di
wajahku, bibirnya yang tipis masih mengeluarkan gumaman yang lembut,
"Dik Uki.. emm.. eemm.."
Dengan perlahan aku membalikkan badan Dia ke arahku, dengan cara memutar
kursinya, dan saya membimbing dia untuk berdiri dengan perlahan, kini aku
dan Dia sudah berhadapan, sama-sama berdiri, dadaku menempel ke dadanya,
dan aku bisa merasakan kekenyalan susunya, dan saya membayangkan betapa indahnya bukit kembarnya.
Tanganku kudekapkan ke pinggangnya, dan telapak tanganku kuusapkan ke pantatnya
yang juga sangat indah dan kencang. Tangannya memegang pundakku
dengan lembut, kepalanya sudah menengadah ke atas, dan tatapan matanya..
waduh, jernih dan indah menatap mataku tanpa berkedip. Kusentuh bibirnya
dengan lembut, kuusapkan perlahan bibirku ke bibirnya. Dia memberikan
reaksi dengan mengencangkan dekapannya ke pundakku dan dadanya ditempelkan
lekat ke dadaku, tanganku kudekapkan semakin erat ke pantatnya dan agak
kutarik ke atas pantatnya, sehingga kakinya agak diangkat ke atas. Waduh
ciumannya sangat lembut, perlahan-lahan kuusapkan lidahku ke lidahnya, dia
memberikan reaksi yang sama, menyapukan lidahnya ke seluruh mulutku. Tanganku
mulai mengusap-usap punggungnya naik turun dengan lembut. Aku menikmati sekali
kehalusan kulit punggungnya.
Setelah aku puas menciumi bibir, wajah dan pipinya, ciumanku perlahan-lahan
kuarahkan ke lehernya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri
dan ke kanan, matanya masih terpejam menikmati, nafasnya agak memburu, dan
mulutnya masih bergumam,
"Mmm.. uhh.."
Ciumanku mulai bergeser ke bawah, ke belahan dadanya. Kancing blousenya yang di depan dengan mudah kubuka
satu persatu, sehingga tersingkap sudah BH hitam yang menyangga dua buah
payudaranya yang padat, bulat, kenyal, bersih dan ranum. Kuciumi lehernya
dengan sangat lembut, ke pundaknya, bergesar turun ke sebelah atas payudara
yang tidak ditutup BH. Dia semakin menengadahkan kepalanya, punggungnya
juga semakin melengkung ke belakang, kedua tangannya memegang kepala saya
dan sedikit meremas rambut saya, tandanya semakin menikmati gaya permainanku.
Kedua tanganku memegangi dibawah kedua ketiaknya, biar Dia tidak
terjerembab ke belakang, tapi bibirku masih mengusap daerah leher dan di atas payudara.
Aku sengaja memperlama untuk menyentuh payudaranya, apalagi pentilnya.
"Diik..Ukii.. uugghh.. sstt", sambil mulutnya berdesis kenikmatan.
Blousenya yang masih menempel di pundaknya perlahan-lahan kulepaskan, sehingga
pemandangan kemulusan dan kemolekan tubuh Dia terpampang jelas di
hadapanku, dan terkena sinar lampu down light kekuningan yang berada di
langit-langit tepat di atas kami berdua, menambah romantisnya suasana malam
itu yang tidak akan pernah kulupakan. Sekali lagi tanganku kugunakan meremas
sebelah pinggir dari payudaranya, dan tampak bahwa payudaranya sudah mulai
mengeras.
Tanganku mengusap punggungnya dengan perlahan sambil membuka tali BH yang
ada di punggungnya. "Click" sekali jentik langsung terbuka pengait BH-nya.
dengan pelan kuturunkan tali BH yang ada di pundaknya, akhirnya BH-nya kulepas.
Woow, terlihat pemandangan indah sekali, dua gunung kembar yang kuning dan
bersih dengan puncaknya yang kecil yang sudah berdiri tegak. Aku sudah sangat
terangsang tapi aku tidak boleh gegabah. Kuusap payudaranya dari sebeleh
bawah dengan tangan kananku, tangan kiriku masih mendekap punggungnya untuk
menjaga agar Dia tidak terjatuh, dan kucium payudaranya, berkeliling
mengitari pentilnya, dan tangan kananku masih mengusap-usap sebelah luar
payudara, tapi dengan gaya agak memeras. Kedua tangan Dia memegang erat pundakku tanda sudah semakin gemes, untuk dicium pentilnya.
Karena aku sudah merasa waktunya tepat, maka dengan lembut kukulum pentilnya.
Dan reaksinya,
"Aaaughh, uuhh..ss.. uuhh",
Dia melenguh-lenguh dan mendesis-desis keenakan, seakan-akan yang dinantikannya telah tiba.
Meskipun kondisinya sangat terangsang, tapi lenguhan itu tetap lembut dan
terdengar lirih. Kukulum pentilnya, kugesek-gesek pentilnya dengan lidahku,
dan kugigit lembut pentilnya, tanganku tetap meremas-remas lembut payudaranya.
Setelah aku puas mempermainkan pentilnya kiri dan kanan bergantian, kulepaskan
bibirku dari susunya, dan kugeserkan mulutku ke bawah ke seputar perutnya
yang datar dan mengeluarkan aroma parfum yang lembut dan semerbak.
Ketika mulutku terlepas dari susunya, Dia kelihatan menghela napas lega dan
baru bisa bernafas dengan tenang. Aku menciumi perutnya dengan agak sedikit
jongkok. Kucium pusarnya, dan kujilati pusarnya dengan lidahku. Dia
menggelinjang kegelian. Karena terlalu lama berdiri atau karena sudah sangat
terangsang, Dia sudah tidak kuat berdiri dan dia bergeser ke belakang
duduk di meja kerjanya. Aku berdiri dengan kedua lututku dan aku tetap jilati
pusarnya dan perutnya. Dia menggelinjang kegelian, dan mengusap-usap
rambut kepalaku dengan tidak beraturan, terkadang meremas, menjambak dan
mengusap rambutku. Sehingga rambutku sangat kacau.
Puas dengan permainan perut, Dia kurebahkan di meja kerjanya. Untungya
meja kerja Dia cukup besar. Kupelorotkan rok bawahannya, sekaligus
dengan CD-nya. Sekarang tampak di hadapanku seorang putri yang kuning, bersih,
dengan kaki dan betis yang aduhai indah, terbujur pasrah di hadapanku.
Kunikmati tubuh Dia sebentar, karena selama ini aku hanya bisa membayangkan
keindahan tubuhnya, tanpa berharap untuk dapat memandangnya. Tapi ternyata
malam ini apa yang kudapatkan jauh dari yang kubayangkan. Seorang wanita
dengan tubuh montok dan kuning mulus, dengan kaki dan betis ramping. Dua
buah dada yang tidak terlalu besar, tapi bulat, padat dan kencang, sehingga
cocok dengan kesan payudara seorang putri. Bentuk lengan dan bahu yang padat
bulat dan berisi.
Dia telentang di atas meja di hadapanku, aku masih berdiri. Aku mencium
pipinya sekali lagi dengan lembut, kuusap payudaranya dengan lembut. Kedua
tangan Dia merangkul leherku dengan erat. Kedua kakinya bergerak-gerak
dengan halus pertanda sangat terangsang. Perlahan-lahan tanganku kugerakan
dari susunya turun ke perutnya. Kuusap sebentar perutnya dan bergerak turun
ke bawah mengusap pahanya. Paha yang selama ini hanya bisa kupandang. Aku
usap pahanya naik turun dengan tetap mulut kami masih saling memagut.
Erangan-erangan kecil keluar dari mulut Dia,
"Ugh.. ugh.. emm.. emm.."
Tanganku bergerak dari sekitar pahanya terus mengusap sekitar bibir kemaluannya.
Dengan perlahan kedua kaki Dia mengembang, memberi kesempatan tanganku
untuk mengelus kemaluannya. Tetapi kemaluannya belum kuelus, hanya kedua
selangkangan saja yang aku belai dengan kedua jari telunjuk dan jari manis
bersama-sama. Kuelus selangkangannya naik turun, dan Dia menambah
kecepatan gerakan kakinya. Dengan pelan Dia mengangkat pantatnya,
sehingga kemaluannya juga ikut naik. Aku tahu ini pertanda agar aku dapat
segera mengelus kemaluannya. Kuusap pelan dan dengan jarak sentuhan yang
kubuat serenggang mungkin antara bibir kemaluannya dan telapak tanganku,
membuat gelinjang Dia menaikkan kemaluannya untuk menyentuh tanganku
semakin tinggi.
Kubelai rambut kemaluannya yang lembut, tipis dan tertata rapi. Setelah
puas memainkan sekitar kemaluannya, dan liang kemaluan Dia sudah semakin
terbuka dan semakin basah. Kusentuh klitorisnya dengan sedikit ujung dari
jari tengahku dengan lembut dan.. "Uuhhgh", lenguhan Susan kenikmatan.
Gerakan kakinya sudah semakin tidak teratur. Tiba-tiba tanganku dijepit
dengan kedua pahanya.
"Diik Ukii.. aakkuu.. nggakk.. taahh.."
Kemudian tangannya menarik punggungku sebagai bertanda agar aku segera menaiki
tubuhnya. Kutarik kedua kakinya ke arah pinggir meja, sehingga kedua kakinya terjuntai,
kemudian Dia membuka kedua selangkangannya dengan tidak sabar. Aku
sempat memandangi kemaluannya, dan seakan liang kemaluannya merah seperti
bibir gadis yang memakai lipstik yang sedang merengek.
Kugesekkan batang kemaluanku pelan-pelan ke bibir kemaluannya, dan Dia
mengerang lagi,
"Uugghh.. uughhg.."
Kumasukkan dengan pelan batang kemaluanku ke liang kemaluannya. Belum sampai habis masuk semua, kutarik kembali dan
kumasukkan kembali. Dengan gesekan-gesekan yang pelan tersebut membuat erangan Dia semakin tidak beraturan.
Untuk melayani tipe seperti Dia ini, kugunakan gaya gesekan 5:1, artinya
lima kali keluar masuk setengah batang kemaluan, baru sekali masuk seluruh
batang kemaluan. Dan pada saat masuk yang seluruh batang kemaluan, erangan
Dia semakin hebat. Dengan gaya lembut dan 5:1 ini kami bisa saling
menikmati.
"Uuugghh.. acchh.. Diikk.. Ukii.. ucchh.. sstt.. uhh.."
Erangan erangan yang tidak beraturan tetapi artinya hanya satu yaitu Enak.
Sambil kugenjot pelan batang kemaluanku, kedua tanganku dengan leluasa meremas
kedua susunya, yang bergerak-gerak naik turun tergantung sodokanku.
Kadang-kadang tanganku mengusap wajah dan pipinya, kadang-kadang mengusap perutnya.
Setelah cukup lama aku melakukan genjotan 5:1, tiba tiba kedua paha Ibu
Susan diangkat dan dililitkan ke pinggangku. Kedua tangannya mendekap diriku,
mulutnya sedikit menganga dan mendesis..
"Diikk..Uuu..Ki.. saa..yaa saampaaii.. uuhhff."
Kupegangi pinggangnya untuk menekan liang kemaluannya ke batang kemaluanku. Setelah Dia selesai mengejang
an nafasnya tersengal-sengal, aku mulai lagi dengan genjotan, tetap dengan gaya 5:1.
Dia melenguh, "Uuff.. uff.. uuff.. Dik Uki beluumm yaa. Ayo donk.. uff.. uff jangan ditahaan.. uuff.. ugh.."
"Sebentar Bu!" kataku.
"Dik.. uhff, ceepetan dikit.. Dik.. ughf.. uhfgg.. aa.. ku mau uhgf uff uff.. keeluar.. laa.. ggii.."
"Sebentar Bu, aku juga sudah.. mma.. uu.. saammpai.."
Tiba-tiba ada aliran listrik menjalar dari ubun-ubun turun ke arah kemaluanku dan semakin-lama semakin mengencang. Batang kemaluanku seakan balon yang ditiup dan mau pecah.
"Aachghh.. accghh.. Buu.. Sussann.. aku mmau keluarr.."
Dia memegang erat tubuhku dan
"Crret.. crrett.." keluar semua cairan yang ada di seluruh tubuhku dan "Aaachh.."
Kami berdua terkulai lemas dengan badan penuh keringat dan nafas terengah-engah.
"Dik Uki, makasih ya Dik, kamu telah memberi saluran yang selama ini tersumbat."
Aku sangat puas malam itu, karena aku tidak dapat membayangkan, ternyata
aku bisa menikmati tubuh seorang wanita terhormat, yang selama ini orang
luar sangat menghormatinya, tapi ternyata malam ini dia begitu pasrah
menyerahkan tubuhnya kepadaku.
Jam telah menujukkan pukul 22.00 ketika permainan kami usai, dan kami berdua
segera masuk ke toilet untuk membersihkan dan merapikan badan kami masing-masing.
Dan sebelum pulang aku mendapat tugas baru dari Dia, yaitu membantu membersihkan cairan yang membasahi meja kerja Dia, dan membantu merapikannya. Sambil merapikan mejanya aku berbisik ke telinga Dia,
"Bu meja ini dirapikan ya.. karena besok malam mau dipakai lagi",
Dia hanya tersenyum dan mencubit mesra lenganku.
Hal tersebut kuulangi setiap ada kesempatan, baik di kantor ataupun di hotel,
tapi rahasia tersebut tidak terbongkar dan kami saling menjaga rahasia.
Dan kalau pagi hari, Dia kembali memerankan perannya sebagai atasan
yang berwibawa, profesional, tetapi kalau malam, melenguh-lenguh dan
menggelinjang-gelinjang di bawah selangkanganku.
Untuk lebih mengakrabkan hubungan kerja di kantor, teman-teman kantor
mengadakan acara pergi bersama ke tempat santai, yaitu di daerah pegunungan yang berhawa
dingin. Semua teman-teman kantor pada ikut, tidak terkecuali Dia.
Namun aturannya, bahwa semua karyawan dan karyawati harus ikut dan tidak
boleh bawa pacar, biar lebih bebas (pada saat itu kami semua belum berkeluarga,
kecuali Dia tentunya). Hanya Dia saja yang diperkecualikan untuk
membawa keluarga (dalam hati aku sangat kecewa, karena tidak bisa bebas
mendekati Dia, karena takut ada suaminya).
Pada hari Jum'at sore, setelah selesai tutup kantor, kita semua sudah berkumpul
di kantor untuk berangkat ke Puncak. Semua yang berangkat ada 17 orang
cowok-cewek termasuk aku, dan Dia bersama suaminya dengan membawa
2 anak kecil, yang ternyata keponakan Dia. Dalam hatiku kejengkelan
bertumpuk, karena Dia sudah bawa suami, tambah keponakan lagi, wuaahh
repot, pikirku saat itu. Untuk membawa ke Puncak, sudah dipersiapkan tiga mobil Panther yang dipakai
oleh karyawan dan satu Kijang yang dipakai oleh keluarga Dia, masing-masing
mobil sudah disediakan supir.
"Kalau 3 mobil nggak cukup, satu orang boleh dech ikut saya, atau biar Dik Uki saja yang ikut mobil saya", kata Dia kepada teman-teman, matanya sambil melihatku.
"Cerdik juga boss yang satu ini", pikirku, dan sangat halus sekali triknya.
Agar Dia tetap dekat denganku, tapi tidak terlalu mencolok, makanya pura-pura menawarkan tetapi langsung
menutup penawaran kepadaku.
"Ayo siapa yang ikut mobil Dia, biar aku yang di Panther aja", kataku pura-pura menawarkan kepada teman-teman, karena
aku tahu, pada tidak ada yang berani satu mobil dengan Dia, rata-rata
mereka pada sungkan.
"Udah dech, biar Uki aja yang ikut, sekali-kali kita kerjain, biar tahu rasa, gimana rasanya satu mobil dengan Dia, mungkin sampai di tempatnya UKi sudah tegang nggak bisa bergerak", kata Nancy temanku
sambil tertawa kecil mau mengerjai aku.
"Ya bener, sampai di tempat aku bisa tegang, tapi bukan tegang karena sungkan, tapi tegang karena nggak
tahan aja berdekatan dengan Dia", kataku dalam hati, dan yang tegang
hanya tertentu saja, tidak seluruh badan.
"Jangan aku dong, yang cewek aja", pintaku berpura-pura.
Tapi teman-temanku langsung lari berebut mobil masing-masing, an akhirnya aku jalan juga ke mobil Dia, dan sekali lagi pura-pura mengumpat mereka.
Suami Dia hanya senyum-senyum melihat kelakuan kami. Oh ya, aku belum
kenalin sama suami Dia. Namanya sebut saja Pak Jimmy, orangnya besar,
gagah dan ganteng (kata teman-teman cewek) dan agak pendiam. Wajahnya mirip
dengan Rudi Salam. Pak Jimmy duduk di jok depan dengan supir. Sedangkan Dia, kedua keponakan
yang masih kecil dan aku duduk di jok tengah. Jok belakang penuh dengan
perbekalan. Begitu aku duduk di mobil, pertama yang kulakukan adalah
mempelajari situasi mobil. Posisi kaca spion, dan posisi duduk supir dan posisi duduk
Pak Jimmy. Sekiranya memungkinkan untuk melakukan serangan awal terhadap
Dia. Dan ternyata masih memungkinkan kalau hanya sekedar serangan-serangan
ringan. Sorry agak kampungan sedikit melakukan serangan ringan di mobil,
habis kukira siapa pun akan sayang membiarkan tangan ini tidak bersinggungan
dengan kemulusan tubuh Dia yang memang sintal, padat dan berisi.
Di perjalanan, Pak Jimmy banyak membaca buku, jadi tidak banyak pembicaraan
kami dengan Pak Jimmy. Dia duduk di sebelah kanan, aku duduk di sebelah
kiri, dan kedua keponakan duduk di antara kami. Sehingga kami cukup leluasa
kalau hanya melakukan cubitan-cubitan kecil di pinggang Dia, kadang
sedikit elusan di pantatnya, maupun pinggangnya. Tapi sebaliknya, tangan
Dia terkadang juga memberikan cubitan halus di pinggangku. Dan setiap
kali aku dicubit, rudalku langsung sudah siap mencari sasaran (maklum usia
masih dalam taraf Pandangan Hidup!Baru memandang sudah hidup).
Setiap kali kusentuh pinggang atau pantatnya, kelihatan Dia agak menghela
nafas, dan wajahnya menunjukkan sedikit tegang. Memang kuakui kalau Ibu
Susan itu tegangan tinggi juga. Tidak ada yang istimewa yang perlu diceritakan
dalam perjalanan, karena jarak kantor kami dengan Puncak tidak lebih dari
50 km, sehingga perjalanan cukup ditempuh tidak lebih dari 40 menit.
Menjelang Maghrib kami semua sudah sampai di Hotel, setelah mandi dan istirahat
sebentar, malam kita gunakan untuk bercanda ria dan menikmati santap malam
Kambing Guling. Kami semua menikmati acara tersebut, kecuali Pak Jimmy.
Dengan alasan mengantuk, maka Pak Jimmy tidak ikut bersama-sama dengan kami.
Dia lebih suka makan di kamar dan akhirnya tertidur. Tinggallah kami semua
dan Dia bercanda ria.
Setelah selesai makan, kami berpencar berkelompok-kelompok. Ada yang bercerita
berkelompok, ada yang jalan-jalan menikmati malam, dan ada yang sekedar
memainkan gitar, dengan lagu-lagu tahun 70-an.
Dia memberi kode ke aku untuk mendekat, dan dia berbisik,
"Dik Uki, anterin saya jalan ya."
"Lha Pak Jimmy?" tanyaku terkejut.
"Udah dech, nggak usah pikirin Pak Jimmy, dia sudah tidur."
"Bu, Pak Jimmy bener sudah tidur?" tanyaku menyelidik.
"Ya begitulah suamiku, dia lebih suka menyendiri dan pasti dia sudah tidur",
kata Dia.
Kami berjalan berdua, dan kami saling membisu. Aku masih diliputi perasaan
takut kalau suaminya tahu, dan pikiranku terus berputar, kuajak kemana ibu
Susan ini.
"Kalau tahu kita berdua gini, gimana Bu", tanyaku memecah kebisuan.
"Dik Uki nggak usah takut, dia percaya kok sama kamu, dikirain kamu kan
masih kecil, masak mau ngapa-ngapain sama aku."
"Ya masih kecil, tapi si kecil ini kan sudah bisa gede, dan bisa membuat
anak kecil", jawabku menggoda.
Dia hanya terseyum dan mencubit pinggangku. Kutangkap tangannya dan
kutarik badannya, sehingga kami jalan berdekapan.
Aku berjalan di sebelah kiri Dia, sehingga tangan kananku dengan leluasa
mendekap pundak Dia, untuk melindungi dari hawa malam yang cukup dingin.
Kami berdua berjalan, aku tahu betul liku-liku jalan di Puncak ini, maka
kubawa Dia di tempat yang sangat aman. Kudekap badannya, kubelai-belai
punggungnya, sambil sesekali kucium telinganya. Perempuan cantik ini mendesah
mengeratkan dekapannya ke tubuhku.
Tangan kiriku mengusap-usap buah dadanya yang kenyal dan padat di balik
baju sweaternya, dan sedikit kuremas, sedangkan tangan kananku untuk meremas
pantatnya yang bundar dan padat. Ciumanku berkali-kali kudaratkan pada tengkuk
dan belakang telinganya. Turun ke pipi, dan akhirnya kami saling berhadapan
dan berdekapan. Kuciumi dengan halus pipinya, turun ke bibirnya. Kukulum
lidahnya, dan bibir kami saling berpadu. Nafas kami berdua sudah
mulai tidak beraturan.
Kedua tanganku kudekapkan erat di punggung Dia, tangan kiriku kugunakan
untuk mendekap pantatnya dan sedikit kutekan, sehingga kekenyalan batang
kemaluanku dapat dirasakan oleh kewanitaannya, dan aku mulai geser-geserkan
kemaluanku di kewanitaannya. Sedangkan tangan kananku kutelusupkan di bawah
sweaternya, untuk mengusap kulit punggungnya yang halus, lembut dan sudah
mulai hangat oleh birahi.
Udara malam semakin dingin, tetapi badan kami berdua sudah semakin panas.
Kami berdua sudah tidak tahan untuk tidak menyelesaikan permainan ini, karena
serangan-serangan awal sudah dimulai sejak tadi sore, ketika dalam perjalanan.
"Dik Uki kita cari tempat yang enak aja Dik", bisik Dia sambil mendesah
menahan birahi.
"Nanti kelamaan, Bu? gimana kalau Pak Jimmy bangun?"
"Dik Uki tenang saja, suamiku itu kalau tidur lama kok, dan nggak pernah
bangun, dan nanti seandainya bangun, gampang kok aku cari alasan."
"Oke dech Bu, yuk kita jalan."
Aku bimbing Dia ke arah hotel yang dekat. Aku tahu persis tempat di
sini yang nyaman buat bossku yang cantik. Hanya lima menit perjalanan kaki kami sudah sampai di hotel yang mungil,
tapi sangat bersih dan aman. Kami memesan kamar yang nyaman. Petugas receptionist
sepertinya mengerti benar kebutuhan kami. Tidak banyak pertanyaan dan langsung
mengantar ke kamar yang kami maksud.
Di dalam kamar, setelah pintu kami kunci, Dia langsung melepaskan
baju sweaternya. Sehingga tinggallah kaus singlet yang tipis dengan belahan
dada agak lebar. Dipadu dengan celana jeans ketat di bawah lutut, sehingga
pinggulnya kelihatan sangat bundar dan padat.
Kami berdua langsung berdekapan. Nafas kami berdua sudah memburu. Wajah
Dia agak menengadah, menunggu ciuman. Matanya sedikit terpejam dan
bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Kulumatkan bibir tipis yang sedikit
terbuka. Kuhisap lidahnya, kumainkan lidahnya dengan lidahku dan kueratkan
dekapanku di punggungnya.
Lama kami menikmati ciuman itu. Baru setelah aku puas menikmati bibir yang
tipis, kugeserkan mulutku turun ke lehernya. Aku sangat menikmati ciuman
di leher ini. Karena menurutku leher Dia itu sangat seksi. Lehernya
agak tinggi, dengan kulit yang mulus, dan padat berisi. Sehingga lidahku
menari-nari di lehernya.
"Uhf.. uuhh.. sstt, Diikk Uki, awaas hati-hatii, janggann sampai membekas.."
Nafas Mbak Tatik mulai tidak teratur. Dia ini kalau penampilan luar
sangat anggun dan tenang, tetapi kalau birahinya sudah mulai naik, dia bisa
sangat liar, meskipun tidak sampai teriak-teriak. Dan bossku ini memiliki
tegangan sangat tinggi. Baru disentuh sedikit saja, nafasnya sudah tidak
karuan.
"Mmeemm, jangan khawatirr.. Buu", jawabku menenangkan.
Ciumanku sudah mulai turun ke sebelah atas dari buah dadanya. Kuciumi ke
dua buah dadanya yang ranum, meskipun masih terhalang kaos dan BH. Dia
semakin menengadah, dan kepalanya mendongak ke belakang, dengan mata terpejam,
dan mulut masih bergumam.
"Emm.. uugghh.. Diikk Ukii.. uugghh.."
Kelihatannya Dia sudah mulai tak sabar, dia lepaskan sendiri singletnya,
kemudian BH-nya juga dilepaskan sendiri. Sehingga dengan jelas kedua bukit
bundar, kencang, dengan kedua putingnya yang bulat kecil berwarna coklat
yang sudah tegak. Kedua susunya bergoyang-goyang sebagai akibat goyangan
badannya yang mulai terangsang hebat. Tiba-tiba tangan kanannya memegang kemaluanku yang dari tadi sudah
tegak, dan meremasnya karena sudah gemes.
"Uuhh, mm.. janngan kenceng.. kenceng dong umm, Sakiitt..
mm", teriakku masih sambil menciumi perutnya.
"Sstt.. ggeemess kok.. Diik.. ugghh.."
Karena Dia sering menggerak-gerakkan badannya ke belakang, dan sering
mendongak, maka susunya terlihat bergoyang-goyang, tapi aku harus menahan
badannya dengan kuat supaya tidak jatuh ke belakang. Kuhela Dia dengan kedua
tanganku, dan Dia mendekapkan kedua tangannya di leherku, dia tersenyum
menggoda, kucium susunya, dan sekali lagi dia menggelinjang. Kutidurkan Dia dengan perlahan di atas ranjang. Dia masih memejamkan matanya. Kucium sekali lagi bibirnya, sambil kuusap pipinya dengan tangan
kananku. Aku masih menikmati bibirnya, tapi tanganku sudah mulai bergeser
ke lehernya, turun ke bawah, melingkari lingkaran luar susunya. Kuremas-remas
susunya dengan lembut. Dia semakin menggelinjang. Tangan kirinya mendekap
leherku, dan tangan kanannya menjambak-jambak rambutku. Kedua kakinya
bergerak-gerak tidak karuan di atas ranjang, membuat spreinya sudah tidak beraturan lagi.
Ciumanku kugeser ke leher, dan terus turun ke bawah, kulingkari kedua
payudaranya dengan ciumanku. Aku cium payudara kiri, sedangkan payudara yang sebelah
kanan tetap kuremas-remas dengan tangan kananku.
"Uuughh.. hh.. sstt.." desis Dia menahan rangsangan.
Kuhentikan ciumanku sebentar, karena aku mau melepaskan Jeans-nya. Gila, sepasang kaki indah
dibalik celana jeans mulai kelihatan. Kuturunkan perlahan-lahan celana
jeans-nya, dan akhrinya CD-nya juga kuturunkan sekalian. Nampaklah kemaluan Dia
yang padat berisi dengan belahan indah di tengahnya. Rambut halus dan hitam
pekat menghiasi kemaluannya, kontras dengan warna kulit kemaluannya yang
kuning langsat.
Aku kembali menciumi sekeliling pusarnya, dan kumainkan pusarnya dengan
lidahku, sementara tangan kananku membelai kedua pahanya, yang padat dan
mulus. Kuusap-usapkan dengan lembut kedua pahanya, dan selangkangannya.
Selangkangan yang kanan dengan jari manis, dan selangkangan kiri dengan
telunjuk, kuusapkan secara bersama-sama. Kulingkari sekitar kemaluannya
dengan jari-jariku. Aku selalu menghindari untuk menyentuh
klitorisnya sampai menunggu waktu yang tepat.
Kedua kakinya bergoyang-goyang tidak karuan, pinggulnya juga bergoyang-goyang
naik turun, minta klitorisnya disentuh, tapi aku tetap hanya menyentuh tepian
dari kemaluannya dengan lembut. Setelah puas menciumi pusarnya, kunaikkan
bibirku kembali menciumi lingkaran susunya, baru setelah puas, bibirku
kusentuhkan dengan pentilnya, bersamaan dengan jari tengahku menyentuh klitorisnya.
Menerima perlakuanku seperti itu, dia langsung menarik nafasnya lega, seakan
terpenuhi apa yang diharapkan selama ini, sampai melenguh,
"Uuugh nikmat Dikk Ukii.. uughh.. enakkghk sekali..hhnn sstt.."
Bersamaan dengan lenguhan tersebut, Dia mengeratkan dekapannya di
leherku, dan tanganku dicepitnya dengan kedua kakinya. Liang kemaluannya
telah sangat basah dan sudah sangat merekah, seakan-akan sudah menunggu
pisang yang akan dilahapnya.
Aku masih mengulum pentilnya bergantian kiri dan kanan, sementara ujung
jari tengah tangan kananku masih membelai-belai kitorisnya dengan lembut.
Dalam mengusap klitoris ini harus hati-hati, jangan sampai penuh dengan
tekanan, hal ini sangat disukai oleh Dia. Kedua kakinya sudah tidak
menjepit tangan kananku lagi, tetapi sudah telentang, sehingga liang
kemaluannya merekah dengan lebar, dan tanganku dengan leluasa mengusap klitorisnya dan
bibir kemaluannya.
"Uuughhff.. uugghh eff.. Diikk..Ukii.. eennaakk.. sekalii.. Diikk.. uugghff.."
Lenguhannya yang manja, dan merengek-rengek semakin menambah naiknya birahiku.
Aku terus mempermainkan ujung jari tengahku di klitorisnya, dan kurasakan
kewanitaannya semakin basah.
"Diik.. Ukii.. uugghff masukiin, Dik.. akuu sudaah tiidakk tahaan.. uugghhff.."
Rengeknya dengan memelas, kuhentikan ciumanku dan kuhentikan juga usapan di klitorisnya. Aku berdiri dengan kedua lututku di antara selangkangannya, kuletakkan kedua kaki Dia di pundakku,
dengan perlahan-lahan kuusapkan kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya.
Kelihatannya dia sudah tidak sabar untuk menerima batang kemaluanku di liang
kemaluannya, karena kedua tangannya memegang pantatku dan menekan pantatku
masuk ke lubang kemaluannya.
Kumasukkan perlahan-lahan batang kemaluanku memasuki laing kewanitaannya.
Mulai dari kepala terus perlahan akhirnya sampai mentok habis ke pangkalnya.
Dia sangat menikmati masukan pertama batang kemaluanku. Pada saat
batang kemaluanku memasuki lubang kewanitaannya dengan perlahan, dia sangat
menikmati dan mengerang dengan lenguhan yang tak berarti.
"Uuugghh.. uuhhgghh",
seakan-akan merasa sangat lega, bagaikan orang haus di padang pasir, diberi air es yang sangat dingin.
"Uugghh.. eehh.."
Kugeser-geserkan batang kemaluanku ke seluruh permukaan liang kemaluannya ke kiri dan ke kanan. Tetap dengan gaya yang khusus buat Dia, yaitu 5:1.
Pada saat 5 tusukan pertama, di mana hanya setengah batang kemaluan yang
masuk ke liang kemaluan, dia menikmati rangsangan yang ada sekeliling permukaan
liang kemaluan, maka dia hanya bergumam, "Eeemm eemm.. sstt.. eemm.."
namun pada saat 1 tusukan terakhir, di mana seluruh batang kemaluan masuk
ke dalam dan menyentuh dasar liang kemaluannya yang menikmatinya dan
mengencangkan jepitan lubang kemaluannya ke batang kemaluanku, kedua kakinya menjepit
leherku, dan kedua tangannya meremas sprei dengan kencang, dan semua badannya
kelihatan mengejang, dan keluar lenguhan berat dari mulutnya
"Uughh..uugghh.. ennaggk Diikk..Uki.. eennakgg.."
Kami terus gunakan gaya 5:1 ini berulang-ulang sampai akhirnya..
"Diikk.. Uki.. akuu suudahh tiidaak kuatt..akuumauu.. keeluuarr.."
"Seebenntarr.. Buu, aakuu.. juggaa mauu keleuaarr.." jawabku.
Dan untuk menjaga agar kami tetap keluar bersama, maka aku sedikit kencangkan
genjotanku ke liang kemaluannya, dan tiba-tiba.. liang kemaluan Dia
bergerak-gerak, menghisap batang kemaluanku. Nah ini yang kutunggu, hisapan
an sedotan liang kemaluannya sangat kuat di batang kemaluanku, dan tiba
-tiba..
"Diikk.. Ukii.. aakuu keluuarr.."
dan dalam waktu yang bersamaan, batang kemaluanku juga terasa mau jebol dan..
"Aauughh.. crreett.. creett.. creet",
tumpah semua cairan di tubuhku di liang kemaluannya,
dan liang kemaluannya masih bergerak-gerak menghisap batang kemaluanku dan
memberikan sensasi yang tidak dapat terlupakan.
Badan kami berdua lemas sekali dan berkeringat. Aku suka sekali melihat
badannya basah oleh keringat, menambah keseksian tubuhnya. Kami berdua
berdekapan sebentar, dan akhirnya bersiap-siap kembali ke teman-teman.
Semenjak saat itu tidak ada tempat yang tidak kami coba untuk jelajahi,
untuk melepas kerinduan kami "menjelajahi" tubuh masing-masing! Sampai
sekarang, saya telah menjadi salah seorang direktur dan mendapatkan saham yang cukup
lumayan! Hidup adalah seperti roda, saya telah mengalaminya!
sumber