Pages

Jumat, 26 Oktober 2012

cerita seks khusus dewasa

CSKD >>>>>>>>

CERITA SEKS DEWASA - San… hei
aku jaga nich malam ini, elu
jangan kirim pasien yang aneh-
aneh ya, aku mau bobo, begitu
pesanku ketika terdengar
telepon di ujung sana diangkat.
“Udah makan belum?” suara
merdu di seberang sana
menyahut.
“Cie… illeee, perhatian nich”, aku
menyambung dan, “Bodo ach”,
lalu terdengar tuutt… tuuuttt…
tuuut, rupanya telepon di sana
sudah ditutup.
Malam ini aku dapat giliran jaga
di bangsal bedah sedangkan di
UGD alias Unit Gawat Darurat
ada dr. Sandra yang jaga. Nah,
UGD kalau sudah malam begini
jadi pintu gerbang, jadi seluruh
pasien akan masuk via UGD,
nanti baru dibagi-bagi atau
diputuskan oleh dokter jaga
akan dikirim ke bagian mana
para pasien yang perlu dirawat
itu. Syukur-syukur sih bisa
ditangani langsung di UGD, jadi
tidak perlu merepotkan dokter
bangsal. dr. Sandra sendiri
harus aku akui dia cukup
terampil dan pandai juga, masih
sangat muda sekitar 28 tahun,
cantik menurutku, tidak terlalu
tinggi sekitar 165 cm dengan
bodi sedang ideal, kulitnya
putih dengan rambut sebahu.
Sifatnya cukup pendiam, kalau
bicara tenang seakan
memberikan kesan sabar tapi
yang sering rekan sejawat
jumpai yaitu ketus dan judes
apalagi kalau lagi moodnya
jelek sekali. Celakanya yang
sering ditunjukkan, ya seperti
itu. Gara-gara itu barangkali,
sampai sekarang dia masih
single. Cuma dengar-dengar
saja belakangan ini dia lagi
punya hubungan khusus
dengan dr. Anton tapi aku juga
tidak pasti.
Kira-kira jam 2 pagi, kamar jaga
aku diketuk dengan cukup
keras juga.
“Siapa?” tanyaku masih agak
malas untuk bangun, sepet
benar nih mata.
“Dok, ditunggu di UGD ada
pasien konsul”, suara dibalik
pintu itu menyahut, oh suster
Lena rupanya.
“Ya”, sahutku sejurus
kemudian.
Sampe di UGD kulihat ada
beberapa pria di dalam ruang
UGD dan sayup-sayup
terdengar suara rintihan halus
dari ranjang periksa di ujung
sana, sempat kulihat sepintas
seorang pria tergeletak di sana
tapi belum sempat kulihat lebih
jelas ketika dr. Sandra
menyongsongku, “Fran, pasien
ini jari telunjuk kanannya
masuk ke mesin, parah, baru
setengah jam sih, tensi oke,
menurutku sih amputasi
(dipotong, gitu maksudnya),
gimana menurut elu?” demikian
resume singkat yang diberikan
olehnya.
“San, elu makin cantik aja”,
pujiku sebelum meraih status
pasien yang diberikannya
padaku dan ketika aku berjalan
menuju ke tempat pasien itu,
sebuah cubitan keras mampir di
pinggangku, sambil dr. Sandra
mengiringi langkahku sehingga
tidak terlalu lihat apa yang dia
lakukan. Sakit juga nih.
Saat kulihat, pasien itu memang
parah sekali, boleh dibilang
hampir putus dan yang
tertinggal cuma sedikit daging
dan kulit saja di cerita seks
dewasa.
“Dok, tolong dok… jangan
dipotong”, pintanya kepadaku
memelas.
Akhirnya aku panggil itu si Om
gendut, bosnya barangkali dan
seorang rekan kerjanya untuk
mendekat dan aku berikan
pengertian ke mereka semua.
“Siapa nama Bapak?” begitu
aku memulai percakapan sambil
melirik ke status untuk
memastikan bahwa status yang
kupegang memang punya
pasien ini.
“Praptono”, sahutnya lemah.
“Begini Pak Prap, saya mengerti
keadaan Bapak dan saya akan
berusaha untuk
mempertahankan jari Bapak,
namun hal ini tidak mungkin
dilakukan karena yang tersisa
hanya sedikit daging dan kulit
saja sehingga tidak ada lagi
pembuluh darah yang mengalir
sampai ke ujung jari. Bila saya
jahit dan sambungkan, itu
hanya untuk sementara
mungkin sekitar 2 - 4 hari
setelah itu jari ini akan
membusuk dan mau tidak mau
pada akhirnya harus dibuang
juga, jadi dikerjakan 2 kali.
Kalau sekarang kita lakukan
hanya butuh 1 kali pengerjaan
dengan hasil akhir yang lebih
baik, saya akan berusaha untuk
seminimal mungkin membuang
jaringannya dan pada
penyembuhannya nanti
diharapkan lebih cepat karena
lukanya rapih dan tidak
compang-camping seperti ini”,
begitu penjelasan aku pada
mereka dengan cerita seks
dewasa.
Kira - kira seperempat jam
kubutuhkan waktu untuk
meyakinkan mereka akan
tindakan yang akan kita
lakukan. Setelah semuanya oke,
aku minta dr. Sandra untuk
menyiapkan dokumennya
termasuk surat persetujuan
tindakan medik dan
pengurusan untuk rawat
inapnya, sementara aku
siapkan peralatannya dibantu
oleh suster-suster dinas di UGD.
“San, elu mau jadi
operatornya?” tanyaku setelah
semuanya siap.
“Ehm… aku jadi asisten elu aja
deh”, jawabnya setelah terdiam
sejenak.
Entah kenapa ruangan UGD ini
walaupun ber-AC tetap saja aku
merasa panas sehingga butir-
butir keringat yang sebesar
jagung bercucuran keluar
terutama dari dahi dan hidung
yang mengalir hingga ke leher
saat aku kerja itu. Untung
Sandra mengamati hal ini dan
sebagai asisten dia cepat
tanggap dan berulang kali dia
menyeka keringatku. Huh… aku
suka sekali waktu dia menyeka
keringatku, soalnya wajahku
dan wajahnya begitu dekat
sehingga aku juga bisa
mencium wangi tubuhnya yang
begitu menggoda, lebih-lebih
rambutnya yang sebahu dia
gelung ke atas sehingga
tampak lehernya yang putih
berjenjang dan tengkuknya
yang ditumbuhi bulu-bulu
halus. Benar-benar menggoda
iman dan harapan.
Setengah jam kemudian selesai
sudah tugasku, tinggal jahit
untuk menutup luka yang
kuserahkan pada dr. Sandra.
Setelah itu kulepaskan sarung
tangan sedikit terburu-buru,
terus cuci tangan di wastafel
yang ada dan segera masuk ke
kamar jaga UGD untuk pipis. Ini
yang membuat aku tidak tahan
dari tadi ingin pipis. Daripada
aku mesti lari ke bangsal bedah
yang cukup jauh atau keluar
UGD di ujung lorong sana juga
ada toilet, lebih baik aku pilih di
kamar dokter jaga UGD ini, lagi
pula rasanya lebih bersih.
Saat kubuka pintu toilet
(hendak keluar toilet),
“Ooopsss…” terdengar jeritan
kecil halus dan kulihat dr.
Sandra masih sibuk berusaha
menutupi tubuh bagian atasnya
dengan kaos yang
dipegangnya.
“Ngapain lu di sini?” tanyanya
ketus.
“Aku habis pipis nih, elu juga
kok nggak periksa-periksa dulu
terus ngapain elu buka baju?”
tanyaku tak mau disalahkan
begitu saja.
“Ya, udah keluar sana”,
suaranya sudah lebih lembut
seraya bergerak ke balik pintu
biar tidak kelihatan dari luar
saat kubuka pintu nanti.
Ketika aku sampai di pintu,
kulihat dr. Sandra tertunduk
dan… ya ampun…. pundaknya
yang putih halus terlihat sampai
dengan ke pangkal lengannya,
“San, pundak elu bagus”,
bisikku dekat telinganya dan
semburat merah muda segera
menjalar di wajahnya dan ia
masih tertunduk yang
menimbulkan keberanianku
untuk mengecup pundaknya
perlahan. Ia tetap terdiam dan
segera kulanjutkan dengan
menjilat sepanjang pundaknya
hingga ke pangkal leher dekat
tengkuknya. Kupegang
lengannya, sempat tersentuh
kaos yang dipegangnya untuk
menutupi bagian depan
tubuhnya dan terasa agak
lembab. Rupanya itu alasannya
dia membuka kaosnya untuk
menggantinya dengan yang
baru. Berkeringat juga rupanya
tadi.
Perlahan kubalikkan tubuhnya
dan segera tampak
punggungnya yang putih
mulus, halus dan kurengkuh
tubuhnya dan kembali lidahku
bermain lincah di pundak dan
punggungnya hingga ke
tengkuknya yang ditumbuhi
bulu-bulu halus dan kusapu
dengan lidahku yang basah.
“Aaaccch… ach…” desahnya
yang pertama dan disusul
dengan jeritan kecil tertahan
dilontarkannya ketika kugigit
urat lehernya dengan gemas
dan tubuhnya sedikit
mengejang kaku. Kuraba
pangkal lengannya hingga ke
siku dan dengan sedikit
tekanan kuusahakan untuk
meluruskannya sikunya yang
secara otomatis menarik kaos
yang dipegangnya ikut turun
ke bawah dan dari belakang
pundaknya itu.
Kulihat dua buah gundukan
bukit yang tidak terlalu besar
tapi sangat menantang dan
pada bukit yang sebelah kanan
tampak tonjolannya yang
masih berwarna merah dadu
sedangkan yang sebelah kiri
tak terlihat. Kusedot kembali
urat lehernya dan ia menjerit
tertahan, “Aach… ach… ssshhh”,
tubuhnya pun kurasakan
semakin lemas oleh karena
semakin berat aku
menahannya.
Dengan tetap dalam dekapan,
kubimbing dr. Sandra menuju
ke ranjang yang ada dan
perlahan kurebahkan dia,
matanya masih terpejam
dengan guratan nikmat terhias
di senyum tipisnya, dan secara
refleks tangannya bergerak
menutupi buah dadanya.
Kubaringkan tubuhku sendiri di
sampingnya dengan tangan kiri
menyangga beban tubuh,
sedangkan tangan kanan
mengusap lembut alis matanya
terus turun ke pangkal hidung,
mengitari bibir terus turun ke
bawah dagu dan berakhir di
ujung liang telinganya.
Senyum tipis terus menghias
wajahnya dan berakhir dengan
desahan halus disertai
terbukanya bibir ranum itu.
“Ssshhh… acchh…”
Kusentuhkan bibirku sendiri ke
bibirnya dan segera kami saling
berpagutan penuh nafsu.
Kuteroboskan lidahku
memasuki mulut dan mencari
lidahnya untuk saling
bergesekan kemudian
kugesekan lidahku ke langit-
langit mulutnya, sementara
tangan kananku kembali
menelusuri lekuk wajahnya,
leher dan terus turun
menyusuri lembah bukit,
kudorong tangan kanannya ke
bawah dan kukitari putingnya
yang menonjol itu. Lima sampai
tujuh kali putaran dan
putingnya semakin mengeras.
Kulepaskan ciumanku dan
kualihkan ke dagunya. Sandra
memberikan leher bagian
depannya dan kusapu lehernya
dengan lidahku terus turun dan
menyusuri tulang dadanya
perlahan kutarik tangannya
yang kiri yang masih menutupi
bukitnya. Tampak kini dengan
jelas kedua puting susunya
masih berwarna merah dadu
tapi yang kiri masih tenggelam
dalam gundukan bukit. Feeling-
ku, belum pernah ada yang
menyentuh itu sebelumnya.
Kujilat tepat di area puting
kirinya yang masih terpendam
malu itu pada jilatan yang
kelima atau keenam, aku lupa.
Puting itu mulai menampakkan
dirinya dengan malu-malu dan
segera kutangkap dengan lidah
dan kutekankan di gigi bagian
atas, “Ach… ach… ach…” suara
desisnya semakin menjadi dan
kali ini tangannya juga mulai
aktif memberikan perlawanan
dengan mengusap rambut dan
punggungku. Sambil terus
memainkan kedua buah
payudaranya tanganku mulai
menjelajah area yang baru
turun ke bawah melalui jalur
tengah terus dan terus
menembus batas atas celana
panjangnya sedikit tekanan dan
kembali meluncur ke bawah
menerobos karet celana
dalamnya perlahan turun
sedikit dan segera tersentuh
bulu-bulu yang sedikit lebih
kasar. “Eeehhhm… ech…” tidak
diteruskan tapi bergerak
kembali naik menyusuri lipatan
celana panjangnya dan sampai
pada area pinggulnya dan
segera kutekan dengan agak
keras dan mantap, “Ach…”
pekiknya kecil pendek seraya
bergerak sedikit liar dan
mengangkat pantat dan
pinggulnya.
Segera kutekan kembali lagi
pinggul ini tapi kali ini
kulakukan keduanya kanan dan
kiri dan, “Fran… ugh…”
teriaknya tertahan. Aku kaget
juga, itu kan artinya Sandra
sadar siapa yang
mencumbunya dan itu juga
berarti dia memang
memberikan kesempatan itu
untukku. Matanya masih
terpejam hanya-hanya kadang
terbuka. Kutarik restleting
celananya dan kutarik celana itu
turun. Mudah, oleh karena
Sandra memang
menginginkannya juga,
sehingga gerakan yang
dilakukannya sangat
membantu. Tungkainya sangat
proporsional, kencang, putih
mulus, tentu dia merawatnya
dengan baik juga oleh karena
dia juga kan berasal dari
keluarga kaya, kalau tidak salah
bapaknya salah satu pejabat
tinggi di bea cukai. Kuraba paha
bagian dalamnya turun ke
bawah betis, terus turun hingga
punggung kaki dan secara tak
terduga Sandra meronta dan
terduduk, dengan nafas
memburu dan tersengal-sengal,
“Fran…” desisnya tertelan oleh
nafasnya yang masih
memburu.
Kemudian ia mulai membuka
kancing bajuku sedikit tergesa
dan kubantunya lalu ia mulai
mengecup dadaku yang bidang
seraya tangannya bergerak
aktif menarik retsleting
celanaku dan menariknya lepas.
Langsung saja aku berdiri dan
melepaskan seluruh bajuku dan
kuterjang Sandra sehingga ia
rebah kembali dan kujilat mulai
dari perutnya. Sementara
tangannya ikut mengimbangi
dengan mengusap rambutku,
ketika aku sampai di
selangkangannya kulihat ia
memakai celana berwarna dadu
dan terlihat belahan tengahnya
yang sedikit cekung sementara
pinggirnya menonjol keluar
mirip pematang sawah dan ada
sedikit noda basah di
tengahnya tidak terlalu luas,
ada sedikit bulu hitam yang
mengintip keluar dari balik
celananya. Kurapatkan
tungkainya lalu kutarik celana
dalamnya dan kembali
kurentangkan kakinya seraya
aku juga melepas celanaku. Kini
kami sama berbugil,
kemaluanku tegang sekali dan
cukup besar untuk ukuranku.
Sementara Sandra sudah
mengangkang lebar tapi labia
mayoranya masih tertutup
rapat. Kucoba membukanya
dengan jari-jari tangan kiriku
dan tampak sebuah lubang kecil
sebesar kancing di tengahnya
diliputi oleh semacam daging
yang berwarna pucat demikian
juga dindingnya tampak
berwarna pucat walau lebih
merah dibandingkan dengan
bagian tengahnya. Gila,
rupanya masih perawan.
Tak lama kulihat segera keluar
cairan bening yang mengalir
dari lubang itu oleh karena
sudah tidak ada lagi hambatan
mekanik yang menghalanginya
untuk keluar dan banjir disertai
baunya yang khas makin terasa
tajam. Baru saat itu kujulurkan
lidahku untuk mengusapnya
perlahan dengan sedikit
tekanan. “Eehhh… ach… ach…
ehhh”, desahnya
berkepanjangan. Sementara
lidahku mencoba untuk
membersihkannya namun
banjir itu datang tak
tertahankan. Aku kembali naik
dan menindih tubuh Sandra,
sementara kemaluanku
menempel di selangkangannya
dan aku sudah tidak tahan lagi
kemudian aku mulai meremas
payudara kanannya yang
kenyal itu dengan kekuatan
lemah yang makin lama makin
kuat.
“Fran… ambilah…” bisiknya
tertahan seraya
menggoyangkan kepalanya ke
kanan dan ke kiri sementara
kakinya diangkat tinggi-tinggi.
Dengan tangan kanan
kuarahkan torpedoku untuk
menembak dengan tepat. Satu
kali gagal rasanya melejit ke
atas oleh karena licinnya cairan
yang membanjir itu, dua kali
masih gagal juga namun yang
ketiga rasanya aku berhasil
ketika tangan Sandra tiba-tiba
memegang erat kedua
pergelangan tanganku dengan
erat dan desisnya seperti
menahan sakit dengan bibir
bawah yang ia gigit sendiri.
Sementara batang
kejantananku rasanya mulai
memasuki liang yang sempit
dan membuka sesuatu
lembaran, sesaat kemudian
seluruh batang kemaluanku
sudah tertanam dalam liang
surganya dan kaki Sandra pun
sudah melingkari pinggangku
dengan erat dan menahanku
untuk bergerak. “Tunggu”,
pintanya ketika aku ingin
bergerak.
Beberapa saat kemudian aku
mulai bergerak mengocoknya
perlahan dan kaki Sandra pun
sudah turun, mulanya biasa
saja dan respon yang diberikan
juga masih minimal, sesaat
kemudian nafasnya kembali
mulai memburu dan butir-butir
keringat mulai tampak di
dadanya, rambutnya sudah
kusut basah makin mempesona
dan gerakan mengocokku mulai
kutingkatkan frekuensinya dan
Sandra pun mulai dapat
mengimbanginya.
Makin lama gerakan kami
semakin seirama. Tangannya
yang pada mulanya diletakkan
di dadaku kini bergerak naik
dan akhirnya mengusap kepala
dan punggungku. “Yach… ach…
eeehmm”, desisnya berirama
dan sesaat kemudian aku makin
merasakan liang senggamanya
makin sempit dan terasa makin
menjempit kuat, gerakan
tubuhnya makin liar.
Tangannya sudah meremas
bantal dan menarik kain sprei,
sementara keringatku mulai
menetes membasahi tubuhnya
namun yang kunikmati saat ini
adalah kenikmatan yang makin
meningkat dan luar biasa, lain
dari yang kurasakan selama ini
melalui masturbasi. Makin cepat,
cepat, cepat dan akhirnya kaki
Sandra kembali mengunci
punggungku dan menariknya
lebih ke dalam bersamaan
dengan pompaanku yang
terakhir dan kami terdiam,
sedetik kemudian..
“Eeeggghhh…” jeritannya
tertahan bersamaan dengan
mengalirnya cairan nikmat itu
menjalar di sepanjang
kemaluanku dan, “Crooot…
crooot”, memberikannya
kenikmatan yang luar biasa.
Sebaliknya bagi Sandra terasa
ada semprotan kuat di dalam
sana dan memberikan rasa
hangat yang mengalir dan
berputar serasa terus
menembus ke dalam tiada
berujung. Selesai sudah
pertempuran namun kekakuan
tubuhnya masih kurasakan,
demikian juga tubuhku masih
kaku.
Sesaat kemudian kuraih bantal
yang tersisa, kulipat jadi dua
dan kuletakkan kepalaku di situ
setelah sebelumnya bergeser
sedikit untuk memberinya
nafas agar beban tubuhku tidak
menindih paru-parunya namun
tetap tubuhku menindih
tubuhnya. Kulihat senyum
puasnya masih mengembang di
bibir mungilnya dan tubuhnya
terlihat mengkilap licin karena
keringat kami berdua.
“Fran… thank you”, sesaat
kemudian, “Ehmmm… Fran aku
boleh tanya?” bisiknya
perlahan.
“Ya”, sahutku sambil tersenyum
dan menyeka keringat yang
menempel di ujung hidungnya.
“Aku… gadis keberapa yang elu
tidurin?” tanyanya setelah
sempat terdiam sejenak. “Yang
pertama”, kataku
meyakinkannya, namun Sandra
mengerenyitkan alisnya.
“Sungguh?” tanyanya untuk
meyakinkan.
“Betul… keperawanan elu aku
ambil tapi perjakaku juga elu
yang ambil”, bisikku di
telinganya. Sandra tersenyum
manis.
“San, thank you juga”, itu kata-
kata terakhirku sebelum ia tidur
terlelap kelelahan dengan
senyum puas masih
tersungging di bibir mungilnya
dan batang kemaluanku juga
masih belum keluar tapi aku
juga ikut terlelap.
.
.
.
TAMAT
{cerita seks khusus dewasa}..

1 komentar:


  1. Berikut foto - foto telanjang Anne Hathaway , foto bugil Anne Hathaway terbaru :

    http://fotobokepterbarudanterlengkap.blogspot.com/2017/08/foto-telanjang-bugil-anne-hathaway.html

    BalasHapus